teman ipul

Senin, 25 Maret 2013

SYARAT




“Jadi siapa lagi yang mau kamu tolak?. Dari potongan kamu, gak mungkin kamu bakal nolak Rububiah al-adawiah anak pimpinan pesantren yang hafidzah itu. Sebulan lalu zulaikha, zulaikha binti muhammmad jabal arofah juga kamu tolak. Kamu tahukan siapa Muhammad jabal arofah itu?, miliarder yang membangun masjid megah dikota. Dan tadi malam kamu juga menolak azizah azzahro. Muslimah idaman seluruh laki-laki di universitas kita. Semua bidadari cantik kamu tolak, memangnya kamu mau ama perempuan kayak mana sih?”
“Aku gak nolak mereka kok. Mereka yang gak bisa nerima aku.”
“Tentu mereka nolak. Syarat kamu berat. Lagian apa ruginya sih nerima mereka, bayangkan impian kamu masih bisa difikir belakangan.”
“ya gak segampang itu dong mal. Kalau aku bisa nerima mereka yang luar biasa itu menurut orang-orang. Maka agar adil mereka harus menerima aku apa adanya dalam tanda petik menerima persyaratan ku”
“hmmm, sudahlah. Kamu gak usah bahas lagi. semua perempuan mungkin akan mempertimbangkan segala persyaratan, tapi mereka akan sulit menerima satu persyaratanmu itu.”
“Ya, itu artinya mereka gak bisa nerima aku kan?”
“Ya Allah, apa salahnya sih itu gak dijadiin syarat buat mereka, nanti juga kalau udah jadi istri kan itu bisa diatur.”
“Pernikahan itu konsekwensi. Segalanya harus dispakati sejak awal. Daripada anak orang kecewa belakangan.”
“huft.”  Jamal menghembus nafas lelahnya setelah terlibat debat dengan tema yang sering mereka gelar. Syarat pernikahan dari Anwar, Pria perfeksionis yang telah menolak primadona-primadona dunia berbau syurga. Mulai dari qoriah sampai hafidzah, santriwati hingga anak pemilik pesantren, anak juragan bahkan anak milyarderpun ia tolak. Pria yang tak tahu diuntung memang. Dia tak kaya walau dia mapan, tampan tak berlebihan namun aura keislaman seorang pemuda yang menjaga wudlu begitu terpancar diwajahnya. Semua wanita yang sempat ingin hinggap dikehidupannya juga merasakan keindahan serupa namun kandas oleh obsesi pria ini. Demikian pula diriku yang tak habis fikir.
“Emangnya ada ya wanita mau menerima alasanmu?. Wanita mana yang bersedia menerima permintaanmu itu?”
“Mama ku fit, beliau mau.” Demikian pria ini menjawab. Entah bagaimana anak seperti dia mampu meyakinkan mamanya. Permintaan yang terbilang tak biasa dan jarang diinginkan dengan begitu yakin.
“Fit, aku boleh nanya gak?” perkiraanku ia hendak mengubah topic namun kuladeni saja
“Kamu mau tanya apa?”
“Kapan kamu mau berhijab?” lagi-lagi pertanyaan ini. Entah sebagai pengalih topik  pembicaraan yang bermaksud menyudutkanku atau bagaimana. Terkadang bosan, namun juga tersindir. Kedua sahabatku sekarang berbalik menatapku melupakan tema sebelumnya. Lagi-lagi aku tak bisa apa-apa
“nanti deh, gampang itu.” Dalihku dengan senyum.
“Kamu selalu bilang begitu sejak dulu, tapi sampai sekarang kamu belum juga berhijab.” Jamal yang semula fokus menghujat anwar kini malah ikut-ikutan menyudutkan ku.
“Padahal kamu pasti cakep banget kalau pakai hijab, apalagi hijab sempurna” anwar malah menggodaku, hal demikian sudah biasa. Kendati dia menjaga betul adab antara laki-laki dan perampuan, anwar seakan terbiasa memperlakuakanku seperti tadi, menggoda dan mencandaiku. Kami teman sejak smk dulu. Kendati tak segan bercanda, anwar tetap memperlakukanku sebagai perempuan yang bukan makhromnya.
“Kalau aku cakep, emangnya kamu mau nikah sama aku?” kucoba imbangi candaan anwar agar tak terkesan salah tingkah. Walau sesungguhnya aku agak tergoda oleh ucapannya tadi.
“Mau dong, asalkan kamu mau nerima syarat dariku” lagi-lagi itu sodorannya. Permintaannya yang selama ini berhasil membuat mundur perempuan-perempuan alim.
“Hmmm, mau, hehehhehe” jawabku dengan sedikit cengengesan.
“Ide bagus, kenapa kalian berdua gak nikah aja?” Jamal  nyeletuk begitu saja. Kami yang awalnya bercanda jadi sedikit serius. Mungkin lebih tepatnya sedikit tegang. aku tak kefikiran jika arus menikahi anwar yang meminta persyaratan berat itu. Lagian anwar tak mungkin mau menerima ku, aku yang tak berhijab dan aura keagamaanku bukan apa-apa jika harus dibandingkan dengan bidadari-bidadari anggun yang selama ini ditolak anwar.
“Aku sebaiknya pulang dulu ya. Ada janji dengan temanku.” trik melarikan diri andalan. Aku sengaja menghindar dan menyudahi dengan cara ini. Aku makin salah tingkah. Lagi pula sebaiknya aku tak berharap banyak. Aku bukanlah wanita yang akan mampu mengambil hati anwar.
@@@@@@@
kamis malam pukul 21.00, pertengahan bulan suci rhomadhan tahun 2009. Malam itu anwar dan jamal bermaksud kerumah seseorang. Lumayan malam memang tapi inilah yang sudah mereka janjikan dengan tuan rumah.
“Assalamu’alaiakum” kompak kedua pemuda ini mengucap salam didepan pintu rumah.
“wa’alaikum salam warohmatullahwabarokatuh, silahkan masuk nak, kalian sudah ditunggu bapak” seorang perempuan paruh baya yang masih mengenakan mukenah membuka pintu menyambut mereka dengan ramah. Merekapun segera masuk. Beliau mempersilahkan kedua pemuda ini duduk diruang tamu yang disana ternyata sudah ada bapak yang hendak mereka temui.
“apakabar nak, kalian sehat?”
                “sehat pak, Alhamdulillah, perkenalkan, ini anwar yang saya pernah cerita ke bapak.” Jamal tak berlama-lama dan langsung mengenalkan anwar pada orang tua itu. Tujuan bertamu pada malam hari ini adalah perkara penting tentang anwar. Perkenalan kemudian berlangsung lebih intens antara orang tua tadi dengan anwar.
“Anwar, saya belum begitu mengenal kamu. Tapi saya yakin kamu anak yang baik. Kami akan segera mempertemukan kamu dengannya.”
Seorang wanita keluar dari balik tirai penyekat ruang. Dan sepertinya membuat anwar dan jamal terkesima. Terutama jamal yang mungkin tak habs fikir bertemu dengan wanita itu malam ini. Wanita yang tak pernah ia duga sebelumnya.
“Silahkan, waktu diserahkan kepada kalian berdua” orang tua tadi mempersilahkan anwar dan wanita itu untuk menggunakan waktu yang diberikan untuk saling berkenalan. Malam ini adalah malam ta’aruf anwar dan wanita itu. Melalu janji yang sudah dibuat jamal. Tapi kali ini berhasil membuat anwar keringat dingin. Hampir 3 menit pertama mereka tak berkata apa-apa, semua yang sudah tegang diruangan itu kian gregetan. Bapak dari wanita itupun menegur mereka agar segera mulai. Tak biasanya anwar gugup.
“a..aku sudah mengenal kamu” anwar terbata-bata.
“aku juga, sudah sangat mengenal kamu” wanita itu tak kalah gugup.
“puji syukur kepada Allah, menjadikanmu seindah ini” luar biasa romantis. Anwar berani berucap demikian didepan orang tua wanita itu.
“Maaf, aku tidak seperti wanita-wanita lain sebelum ini yang pernah dirimu kenal. Namaku tak seindah wanita-wanita sebelum ini, aku tak sekaya mereka yang datang sebelum ini. Hijab ini baru kukenakan dihati beberapa hari ini. Aku tak seindah bidadari-bidadari yang dulu menginginkanku, apa pantas aku mendampingimu?”
“Puji syukur pada Allah, tuhanku satu-satunya dan tuhanku selamanya. Semua yang ia ciptakan indah, tak kecuali dirimu yang dihadapan. Namun keindahan mutlak milikNya, aku tak sekedar ingin menerimamu jika kau mau, namun apakah bisa kau menerimaku dengan satu saja syarat yang kuminta?”
“Aku siap!”  jawab wanita itu langsung dan mantap.
“Sekali lagi aku tanyakan apa kau bersedia menerima persyaratan dariku?”
Wanita itu diam beberapa detik, memjamkan mata sejenak dan membuka kembali, dengan tegas ia mengatakan “wahai pemuda bernama anwar!. Aku Yanes Fitri binti Ahmad Ridwan, bersedia menikahimu dan bersedia untuk siap  menjadi janda seorang syuhada.
@@@@@@@
Sore hari saat aku sedang didapur menyiapkan makan malam dengan ibu mertuaku. Ibunya mas anwar. Seorang ibu yang ramah dan baik sekali. Beruntung aku menikahi mas anwar.
“Ibu, yanes boleh tanya gak?”
“Hmmm” jawab ibu begitu singkat namun tak sedikit berkurang nuansa keramahannya.               
“Kenapa dengan mas anwar?, kenapa ibu bisa rela anak ibu ingin menjadi syuhada?”
“Kenapa kamu bersedia suami kamu menjadi syuhada?” ibu malah berbalik menanyakan hal yang sama padaku. Satu impian suamiku yang akan menjadikan aku dan ibu kehilangannya jika impiannya benar-benar ia  wujudkan. Banyak orang yang berkoar-koar akan jihad namun aku melihat dalamnya hati suamiku tak mungkin ia hanya sekedar berkata saja. Syahid sudah menjadi jalan juangnya, mimpi tertingginya.
“Ketika kamu memilihnya sebagai suami, tentu kamu sudah bisa menerima impiannya itu, sementara impiannya tumbuh bersamaan dalam dekapan ibu. Perlahan ibu menyadari…..” ibu terbata, katanya tersendat oleh parau yang disebabkan mengalirnya airmata menyesakkan dadanya “karena impiannya ini ibu akan kehilangan dia”. Lanjut ibu tak kuasa menahan air matanya. Aku bersalah telah membuka ini. Kucoba menenanggkan mertuaku yang mulai menangis, terkoyak kembali batinnya mengenang permintaan anaknya. permintaan anaknya yang sempat hendak ia tak ingin pedulikan. Entah kapan entah dimana dan bagaimana. Aku dan ibu sama-sama menyadari bahwa orang yang kami cintai itu tak akan main-main dengan impiannya. Tak sanggup kami menolak binar matanya ketika begitu memimpikan syahid dijalan Allah. Ia telah siap dan kami lah yang harus bersiap pula.
“Kita tak akan kehilangan dia bu..” bisikku perlahan sambil mendekap mertuaku dari belakang.
@@@@@
31 mei 2010. dini hari. Aku mendapat kabar mengagetkan dari orang tuaku. Mereka menyuruhku menghidupkan tv dan menonton breaking news yang tengah berlangsung disalah satu stasun tv swasta. Aku tidur bersama ibu mertuaku malam itu. Sengaja aku tak membangunkan beliau karena aku punya sedikit firasat buruk. Dan ternyata tengah malam ini aku dipaksa bangun oleh ayahku , sebab perkara ini. Breaking news pukul 1 pagi ini menayangkan berita tentang tentara Israel yang menyerang relawan dalam kapal mavi marmara. Suamiku ada disana, ya Allah. Kumohon lindungi ia
Tak sedetikpun kupalingkan mata dari layar tv. Setiap kejadian kuamati dengan teliti, update berita kujaga hingga pagi, tak sadar subuh menjelang dan tak sadar pula ternyata ibu ada dibelakangku.
“Ibu, sejak kapan ibu disitu” kubertanya dalam irama agak kaget. ibu tak menjawab namun matanya berair. Kumengetahui cemas, sedih dan hancur lebur hatinya saat ini mengetahui anaknya benar-benar sedang jihad. Tak gampang untuk bangga kendati memiliki anak sebagai syuhada adalah sepatutnya sebuah kebanggaan. Hati ibu, hatiku tak lebih kini justru dikuasai takut akan kehilangan mas anwar. Sejak dini hari hingga berhari-hari selepasnya, ibu tak henti-hentinya berdoa sambil menangis, lebih tepatnya mungkin menangis sambil berdoa untuk keselamatan anak semata wayangnya. Aku harus tenang, hanya aku harapan ibu saat ini.
Berkali-kali aku menghubungi pihak yang memberangkatkan mas anwar sebagai relawan ke Palestina, mereka sendiri masih menanti kabar. Up-date terakhir belasan korban tewas dan 30 lainnya luka-luka. Para korban belum diidentifikasi. Kalut kurasa begitu mencampur aduk isi perutku. Cemas ku kini berlebihan. Ibu tak henti-hentinya menangis. Tak hanya ibu yang menjadi kekalutanku, namun si kecil dalam perut ini juga. Mas anwar, kau tak mungkin membiarkan ia tak melihat mu.
“Kriiiiiing” bunyi telpon yang selalu bordering kian sering, mudah-mudahan kali ini kabar tentangnya.
“assalamualaikum, kali ini aku gagal menempuh syuhada, tapi tak menyrutkanku untuk merebutnya nanti, mungkin aku harus bersabar. Untuk dapat bercerita pada anak kita, mewariskan apa yang kurasa, cinta yang kurasakan kepada saudara-saudaraku pada anak-anakku” takbir kulantunkan keras bersama tangis, mas anwar selamat. Tak kuasa kubendung bahagia, ibu bangkit memelukku. Mungkin belum saatnya mas anwar, pulanglah dan saksikan kelahiran syuhada-syuhada berikutnya, ceritakan padanya semangatmu. Aku ingin ia seperti mu, bercita-citakan syuhada, entah kenapa aku begitu siap.










Senin, 11 Maret 2013

sajak tentang Nya



Berujung pada kisah yang terurai di jalanan stapak ini, ada kisah yang berjalan disetiap senja nya, kisah tentang puisi yang melantun indah mengisi hari menyambut gelap nya malam. Kan kusambut akhir hidup kelak dengan kenangan tentang tahun-tahun yang berganti menjadikan ku tua dan bertambah rapuh, demikian dirimu pula. Bertambah rapuh walau kau merasa makin kuat, bertambah singkat waktumu meski kau rasa perjalanan telah jauh. Jangan jadi tua, tapi jadilah dirimu.
Ku terlalu membuai mu dengan sajak yang indah, ketahuilah ini hanya sedikit buayan yang kan menghiburmu, sadari lah ia tak kekal, namun ada cinta yang begitu abadi menemani mu tiada henti disisi,
bukalah mata, itu lah Dia, dengar kan nyanyianNya, kecapi manisNya, sentuh lekuk keindahanNya, cukupkan lah semua suka mu dengan yang telah ada didalam diri mu, sentuh dan rangkullah cintaNya yang abadi agar bertambah tua mu dan bertambah besar jiwa mu
Aku hanya sebagian pelengkap dari  suka cita mu, namun kuhadirkan secarik ungkapan yang tak lebih dari sajak yang tak seindah kalam Tuhanku, namun terindah yang sanggup dilukiskan tangan ku, ku lantunkan sejak-sajak  tak seberapa yang berusaha menggoyahkan imanmu dari lamunan tapi janganlah berpaling dari barat. Karea disana sebuah arah yang tak sanggup jika harus ku banding dengan agung nya perasaanku,
Selamat menapaki anak tangga kehidupanmu yang selanjutnya, bukan karena keberhasilanmu di anak tangga yang bawah,namun karena cintanya yang mengizinkanmu naik dan tetap terjaga di kehidupan ini, maka bersyukurlah dan jangan berpaling dari cintanya sedetikpun sekalipun aku mengharapkan cintamu, cintanya tak lekang oleh waktu bahkan oleh pergantian zaman dan nabi, tak terusik dan tergoyahkan melebihi karang yang gagah.
Wahai kau manusia yang kucintai, Jadilah kupu-kupu meski demikian itu tidak mudah, sebab ia bersembunyi sekian lama dalam balutan jasad si ulat yang menjijikkan seperti pembelajaran hidup ini yang membuatmu bosan, dan ia bersemedi panjang dengan kepasrahan dalam kepompong, bersabar untuk keluar nanti dan memahami arti keindahan berikutnya saat ia terbang tinggi dan menatap dunia dari atas awan,
Selamat merasakan hari berikutnya dalam perjalanan hidup mu. Semoga tak ada yang membekas dari sisa sisa kemiskinan iman. Jangan pernah jadi tua tapi jadilah diri mu.

Kamis, 10 Januari 2013

sajak tempat pelarian

Aku bukan fatamorgana
Akulah oase yang nyata
Jika kau adalah sebatang kara di gurun gersang sahara
Melangkahlah menujuKu
Pasukan berkudaKu akan menjemput gontai langkahmu
Menaungimu dalam tenda-tendaKu yang sejuk
Membaringkanmu diatas dipan paling nyaman di dunia
Membuaimu dengan puisi harapan hingga kelopak matamu terpejam
Kelopak mata yang selama ini penuh air mata kepiluan

Aku bukanlah perahu
Akulah bahtera yang gagah
Bagimu yang terombang-ambing di samudra badai tak berhujung
Kusediakan kamar nyaman dan mewah dalam kapal hatiKu ini
Dalam kapal hatiKu yang senantiasa mewah
Menjagamu kan tertidur pulas hingga badai kejam pun berlalu

Aku bukanlah gowa
Akula adalah Negara yang mampu memberimu suaka
Jika kau adalah korban peperangan pembantaian
Jika kau adalah gadis kecil yang merindukan malam tenang
Tanpa desingan peluru dan ledakan meriam
Jika kau sudah bosan tidur diantar puing reruntuhan
Reruntuhan istanamu yang telah hancur

Aku bukanlah cahaya lilin
Akulah adalah mentari yang menyambutmu membuka mata
KehangatanKu akan memanjakanmu
Yang telah lama disiksa dinginnya penjara kehidupan
Bahkan Aku terangi malammu dengan cahayaKu untuk bulan
Saat gelap datang dan mulai membuatmu ketakutan
Jika kau seorang musafir tersesat
Maka Kutunjukan padamu arah dimana kiblat itu berada
Walaupun kau seorang pujangga kesepian
Mampu Kuhadirkan bayangan mu sebagai teman
Setia kan menemanimu membuat puisi dan sajak indah
Melipur lara para hamba-hamba cinta yang terkhianati gundah

Aku bukanlah  penyair
Akulah pujangga cinta sejati
Kata-kataku membisik hingga relung terdalam hati mu
Kata-kataku adalah teriakan jiwa
Jika kekasihmu menghianati cinta kalian
Berlarilah padaKu
pelarian cinta yang tak akan menghianatimu
jika kau jatuh cinta
maka pastikan di pangkuanKu lah kau bersandar manja
Aku lah pencinta
Pujangga cinta
Sang maha cinta
nafasmu berzikirlah akan irama cinta padaKu
detak jantungmu seirama pula dengannya
kedipan mata mengisyaratkan cinta
Dan berakhirlah kau dalam cinta bersamaKu
Akulah tempat pelarianmu

Rabu, 09 Januari 2013

PUISI UNTUK SANG PAGI



demi puisi yang terkalimatkan untuk mu
hanya pujian yang mampu menyanjung lelah dan letih cinta ini
tak lebih dari sanjungan yang mampu ditafsirkan penikmat cintamu yang lain
tak lebih dari godaan yang mampu di syairkan penulis sajak yang lain
tak lebih dari rayuan budak cinta dan kasih yang lain
tak lebih dari catatan romantis penulis sejarah kehidupan yang lain
tak lebih dari roman yang merayu para gadis-gadis yang beranjak remaja
tak lebih dari itu,,,,

hingga perjalanan ini kian jauh.
hingga tapak kaki ini kian membengkak oleh panas jalanan yang tak ber-onak
lalu mulailah aku bertanya tentang janji dan kepercayaan
sungguh tak dipungkiri akan surga
hingga pastinya bidadari yang mampu terbang mengitarinya

bersandarlah aku bersama lelahku hingga tertidur
bermimpi tentang perhentian yang kelak kan nyata
tak kusangka tebasan pedang yang mengoyak ini hanyalah maya
tak kukira semua semu seharga oase-oase fatamorgana di gurun
berhujunglah dugaan didunia ini pada pencarian

sepahit kepalsuan aku terbangun lagi di fana nya bumi
mengecap kembali kehidupan yang jauh dari langit
kehidupan yang rindu akan perhentian
agar lelah ini menemui sang kekasih abadi
kekasih para manusia abadi...

Selasa, 08 Januari 2013

GADIS DAN SEBONGKAH BATU




Oleh : Saiful Karama

Gadis duduk termenung
Jauh dalam lamunan air matanya pun deras mengalir
Menutup rongga pernafasannya hingga ia terisak
Sesekali hidungnya menghirup keras kepedihan itu

Ia duduk termenung
Di samping sebongkah batu yang diam
Batu yang tak berkata-kata sepatahpun sejak dulu
Sejak ia dilahirkan kedunia untuk mencintai gadis ini
Sejak ia bergelinding kesana kemari ditendang gadis ini
Sejak ia di tumbuhi lumut dan lumut itu layu kembali saat menanti gadis ini
Sejak ia dilempar tinggi dan menghujam jidat manusia yang mengganggu gadis ini
Sebongkah batu yang tak pernah mengeluh
Sebongkah batu yang selalu diam

Gadis dan sebongkah batu
Mereka duduk berdampingan
Sesekali mereka seakan saling tatap
Dan berbincang serius dalam bisu

Gadis dan sebongkah batu
Telah lama duduk berdampingan
Menikmati senja yang kan usai sesaat lagi
Dalam bisu dan kesetiaan si bongkahan  batu

Gadis dan sebongka batu
Duduk diam dan terus diam
Tak tahu pengobat pilu dan nelangsa ini
Selain membiarkan gadis duduk menikmati pedihnya
Si bongkahan batu pun tak berani mengusik

Gadis dan sebongkah batu
Menanti cinta yang akan mengobati
Sakit dan perih penghianatan
Tak sadar gadis ini
Bahwa sebongkah batu yang setia berada disampingnya

Gadis dan sebongkah batu
Menanti pelampiasan dendam di hati
Menanti pengkhianat lewat untuk diakhiri
Oleh kekuatan si bongkahan batu
yang siap menerjang jidat para manusia
yang selalu menyakiti sang gadis

Gadis dan sebongkah batu
Sebongkah batu yang setia menemani
Menemani tangis dan bisunya yang belum juga usai
Hingga batu kan tetap jadi batu
Sampai ia ditinggalkan begitu saja di tempatnya
Sebagai batu yang terus diam