CERPEN PEMENANG LOMBA KOMPETISI CERPEN
“SWEET MOMENT WITH MOM”
FORUM STUDY MAHASISWA ISLAM, FAKULTAS EKONOMI
UMRAH
TANJUNG PINANG
Oleh saiful karama
“Assalamualaikum kak Nova, uangnya sudah
aku transfer, berarti sudah lunas. desain juga udah aku kirim ke inbox fb kakak” sebuah pesan singkat
untuk kak Nova.
#Januari 2011
“Buruan dong
ma!” celotehku tidak sabar.
“Iya
bang, iya. ini juga mama udah siap.
Loh kok pakai tas segala?” Tanya mama sedikit kebingungan melihatku membawa tas
di punggungku. “Ngapain bawa laptop segala?” lanjut mama yang ternyata mengetahui kalau aku memasukkan
laptop kedalam tas.
“Hehehe,
ada deh ma. Yok kita jalan.”
“Kemana
bang?”
“Ada
deh ma. Udah mama ikut aja!” ajakku pada mama yang terus bertanya kemana sejak
tadi pagi saat aku mengutarakan akan mengajak mama keluar malam ini.
“abang
tunggu, aku ikut!” teriak adikku hijra dari dalam kamarnya.
“Eh,
gak boleh. Ini urusan orang besar!”
mendengar jawaban itu hijra pun langsung manyun
dan masuk kamar. Saat kami lewat depan rumah, ada bapak yang sejak tadi sedang ngomel pada anak-anak yang
tertangkap basah memanjat pohon jambu
kami diam-diam. Ceramah bapak lumayan panjang dan nyaris setengah jam sudah
berlalu. Kasihan anak-anak itu.
“Pa,
kami jalan dulu. Assalamualaikum!” sahut ku pada bapak.
“Mau
kemana, kok sama mama?”
“Ada
deh, dadah!” kami pun berlalu meninggalkan bapak yang sedang melihat kepergian
istrinya tercinta. Gak lama kok pa, cuma
pinjam mama sebentar.
“Emangnya
kita mau kemana bang?” Tanya mama yang terus penasaran.
“hehehe, ke warung mie ayam di depan ma.”
“Mie
ayam, Loh ada apa ini?. kok traktir mama mie ayam?” Tanya mama agak heran.
“Yee, siapa yang mau traktir mama. Orang
Cuma lewat dan lihat doang.”
“Oo, kirain mau traktir mama.” Jawab mama
agak ketus.
“Hehehe,
bercanda ma. Iya abang mau traktir mama makan mei ayam. Abang gajian dari
tempat magang tadi, hihihihi!”
“Gajian?.
Wah kenapa gak ngajak yang lain juga tadi?”
“Hihihi, mau curhat ma. Cuma sama mama aja.
kalau ngajak semua nanti gak afdol.”
“Yee, ada-ada saja. Nanti bungkus ya,
buat bapak, santi ama hijra.”
“Aman
ma, tenang aja. Nanti tetangga satu blok
kita belikan mie ayam.”
“Yee, mentang-mentang lagi tajir!” hahahah, Jelas aku berani,
karena satu gang rumah kami hanya empat keluarga dan setiap keluarga terdiri
dari empat orang, program kb sukses di
gang rumah kami. Kalau mau traktir mereka saja uangku cukup, insyaAllah.
Dan
akhirnya kami sampai di warung mie ayam langganan keluarga kami. warung mie
ayam om ganteng. Sebenarnya bukan itu nama warungnya, tapi itu julukan ku buat om nya supaya sering dikasih bonus. Dan Alhamdulillah selalu berhasil. Walaupun
sesungguhnya bapak ku lebih ganteng dari om itu, walau pun sesungguhnya aku
bohong. Dan sesungguhnya aku tidak dipaksa siapapun untuk berbohong, dan
sesungguhnya kenapa sejak tadi aku ngomong sesungguhnya, sesungguhnya apakah
aku bisa menghentikan kata sesungguhnya yang sesungguhnya sejak tadi keluar
dari mulutku dan sesungguhnya tak terhentikan ini. Aamin.
“Halo
mas bro, makan apa nih?” Sapaan ramah
ala om ganteng. Demikianlah beliau menyambutku bila yang datang aku. Aku
lumayan akrab dengan beliau.
“Ma,
mama makan apa?” tanya ku pada mama tanpa menjawab tanya om ganteng dulu.
“Mama
makan mie ayam bakso bang” ini memang makanan kesukaan mama.
“Ok om, mie ayam bakso 2 ya!” pesan ku
pada bang ganteng.
“Ok
mas bro, silahkan duduk!” ucap om ganteng melayani kami dengan akrab. Sambil menunggu
pesanan kami, ku manfaatkan kesempatan untuk bercanda dengan mama berdua saja.
Jarang mendapat kesempatan seperti ini. Dirumah mama selalu sibuk dengan urusan
rumah tangga. Dan dikala siang, mama juga jadi baby sitter dadakan, harus menjaga tiga keponakan ku yang bandel minta
ampun. Cukup meguras tenaganya. Apalagi keponakan-keponakan beda karakter namun
kacau luar biasa. Yang pertama bernama miko, penderita diselexia yang cengeng minta ampun, selalu jadi bulan bulanan afni.
Afni, keponakan perempuanku yang paling kecil. Tiada hari tanpa tingkah
menjengkelkan. Seluruh blok perumahan tempatku tinggal sudah kenal akan
reputasi bocah 5 tahun itu. Bandel luar biasa. Kejahilannya yang paling dahsyat
adalah suka sembunyi diatas pohon. Karena badannya yang kecil dan pohonnya juga rimbun
mengakibatkan ia sering tak terlihat. Ini ia lakukan di waktu tertentu saja,
waktu disuruh mandi dan minum susu. Lain lagi dengan yang ketiga, Ifam namanya,
si gila balap sepeda. Murid TK yang nurul ilmi satu ini menjadikan jalan raya
sebagai arena balapnya. Reputasinya tak kalah gawat. tiga kali tabrakan sesama
sepeda, tiga kali menabrak ibu-ibu, lima kali menabrak bapak-bapak, dua kali menabrak
anak-anak, enam kali menabrak motor dan satu kali menabrak angkot. Demikian
data ter up-date. Kasihan mama, pasti capek sekali. Baru tentang ketiga tuyul
itu dan belum lagi bagai mana cerita mama mengurusi kami.
“Ini
mas bro, mie ayamnya. Minum apa nih?” tanya
om ganteng.
“Kuku
bima susu om, kayak biasa.” Minuman tersebut adalah minuman kesukaan ku sejak
Negara api datang menyerang.
“Terus,
kakak nya mas bro minum apa?” lagi-lagi pertanyaan aneh.
“Kakak?,
ini mama saya om!” jawabku agak ketus. Tidak, jawabku lumayan ketus. Oh bukan
ku jawab dengan sangat ketus banget,
ciyus aku ketus banget.
“Loh, mamanya toh?, kok masih muda ya?” kalimat gombal gembel meluncur dari mulutnya.
“Om (berhenti sejenak dan menarik nafas
dalam-dalam), mama saya sangat mencintai bapak saya. Dan om gak mungkin ada peluang sekalipun om
adalah penjual mie ayam terganteng se-kota batam.” Kalau kalimat ini ku ucap
dengan ketus penuh penjiwaan.
“Hehehe, bercanda doang mas bro, ih serem ah. Kok mamanya gak mirip sama anaknya. Mamanya cakep anaknya kok jelek.” Oh, my, God, One
more person find for death toningt. Lagi lagi om bercanda, dan ku jawab
dengan cemberut se suram-suramnya.
“Hahaha, bercanda mas bro. Ih mas bro sensi banget sih. Ampun ya mas bro.” sambil menirukan gaya Stefani
alias sulaiman, banci salon simpang jalan depan bude penjual gorengan pinggir
jalan RT 01 RW 13 kelurahan kabil kecamatan nongsa kota batam profinsi
kepulauan riau Indonesia raya.
“Boleh,
tapi kasih potongan harga ya!” ku rasa negosiasi ini cukup adil.
“Ogah,
mending pertumpah darah deh” jawab om nya dengan wajah pelit. Kali ini
menirukan gaya bapakku lagi rebut antrian bensin dengan supir angkot. Persis
sekali.
“Ih pelit banget sih om.”
“Hehehe, ya udah ibu pesan apa bu?” om
ganteng langsung bertanya pada mama.
“Teh
hangat om” jawab mama singkat dan senyum pun singkat, dia takut pada orang aneh
seperti om ganteng.
“Ok
siap, kalau mas bro pesan minum apa?”
“Kuku
bima susu om ganteng,!” jawabku sambil teriak membuat semua pengunjung
pelanggan om ganteng beralih perhatiannya dari mie ayam dahsyat ke meja kami. Dasar
orang-orang ini, belum ernah lihat orang keren pesan kuku bima susu sambil
teriak rupanya.
“Siap
laksakan!” om ganteng pun berlalu.
“Ada
apa sih bang?, kok tumben ngajak mama makan mie ayam berdua aja” Tanya mama lagi dan lagi.
”Hehehe,
kan udah abang bilang tadi. Mau curhat, ma.”
“Curhat apa?” tanya mama makin penasaran saja.
“Ada
deh. Ayo ma, makan dulu. Nanti kita
curhatnya” mengalihkan pembicaraan pada mie ayam.
“Hmmm, mama jadi penasaran” makin
penasaran saja mama ku buat. Tak apa, aku juga sedang mempersiapkan kejutan.
Dan kami pun melajutkan dengan makan mie ayam, diselingi obrolan ringan.
“Om
ganteng, tambah satu!” teriakku
“Siap
bang bro!” jawab om ganteng mantap.
“Ih, abang kok makannya banyak amat?”
mama heran mendengarku minta tambah pada om ganteng.
“Jangan
heran bu, dia pemegang rekor di punggur. Kemaren saja tiga mangkok.” Om ganteng
membuka aibku yang selama ini belum mama dengar.
“Ha?”
Mama kaget keheranan dan aku Cuma nyengir-nyengir saja melihat ekspresi kaget
mama. Tentu berita ini tak boleh sampai ke telinga bapak. Karena bapak paling
tidak suka aku makan mie kebanyakan. Tiga mangkok mie ayam akan jadi tausiah
yang sangat dalam dan panjang.
“Nih
mas bro, minumnya tambah gak?”
“Iya
om, kayak gini juga.” Sambil menunjuk kuku bima susuku yang nyaris ludes.
“Siap
laksanakan!” om ganteng meniru Pembina
upacara
“Laksanakan”
jawabku pada om ganteng tak mau kalah dan aku meniru gaya pak SBY. Om ganteng
pun kembali bekerja.
“Jangan
makan mie banyak-banyak bang” mama mencoba menasehatiku yang mulut penuh dengan
mie ayam.
“hohohohoho, oyo mo, onsolloh” sebenarnya
aku sedang mengucapkan hahahahaha, iya ma, insyaAllah. Tapi karena mulut ku
penuh dengan mie ayam, omongan ku jadi tidak jelas.
Akhirnya
mie ayam kami habis dengan skor sementara 3-1, aku 3 mangkok dan mama 1
mangkok. Mama hanya geleng-geleng, abang-abang medan geleng-geleng, pak imam
masjid Al-Ikhlas geleng-geleng, Pak lurah, pak camat pasti akan geleng-geleng.
Dan pak SBY pasti geleng geleng juga, semuapun geleng-geleng. Terus, siapa yang
angguk-angguk? project pop doang?.
“Hayo, kan makan udah selesai, mau cerita apa tadi?” mama menagih janjiku.
“Oh, bentar ma.” Aku ke belakang, ke
tempat om ganteng dan mengambil kain yang menggantung di bahunya lalu kembali
ke meja. Mengelap mejaku yang kotor dengan lap yang tadi ku ambil.
“Eh, flores (julukanku di komplek, bukan
bermaksud sara tapi karena aku memang orang flores) Itu lap muka gua, ngapain lo pakai lap meja?”
“Ha,
Lap muka ya?, kirain lap meja. piece
om, kita damai, ok” sambil nyengir melihat wajah ketus om ganteng. Om ganteng hanya
cemberut lebih, jelek dari cemberutku tadi. Ternyata makin ganteng seorang
penjual mie ayam, cemberutnya makin menakutkan. Cemberut om ganteng tak ku
gubris, lanjut ke mama dan curhat kami sebentar lagi dimulai. Dudukku pun
pindah ke sebelah mama, sambil
mengeluarkan laptopku dari tas lalu ku hidupkan di hadapan mama.
“Mau
ngapain sih, bang?” mama makin heran, karena sepertinya tingkah ku ini agak
aneh. Bisa di pastikan hanya aku yang buka laptop di tempat mie ayam sepanjang
sejarah warung om ganteng.
“Ada
deh ma, bentar ya. Gak lama kok.” Aku bisa bilang gak lama, tapi
setelah lima menit baru lah vanesya (nama laptopku, biasa aku juga memanggilnya
beb, atau bebeb, atau baby) bisa melek. Maklum, di dalam tubuhnya bersemayam
sebuah peternakan virus. tenang saja beb, besok kamu akan aku install ulang.
Akhirnya
vanesya melek juga. Tak berlama lama, aku langsung pada tujuan inti.
“Siapa
ini bang?” Tanya mama ketika melihat foto seorang gadis yang ku tunjukkan.
“Namanya
maya ma, Maya Qorri Aina” aku perkenalkan gadis itu.
“Maya,
siapa?” Tanya mama karena belum pernah melihatnya.
“Hehehe,
calon menantu mama”
“Hahahahahahahahahahha!”,
tertawa mama lepas sekali, aku rasa ini tertawa kebahagiaan karena akhirnya
terbukti aku normal dan mencintai perempuan. Cukup lah tak perlu aku jelaskan
kenapa aku berfikir demikian.
“Loh, kok mama ketawa?”
“Hmm, gak kok bang. Mama bersyukur , bersyukur
aja” tuh, kan benar, pasti bersyukurnya
karena terbukti aku normal dan mencintai perempuan.
“Bersyukur
kenapa ma?” Tanya ku agak penasaran dan was-was.
“Ya,
bersyukur. Cantiknya anak ini.” Mama mengatakan maya cantik. Ada dua angin
segar sekaligus yang meniup benakku. Pertama, ternyata mama selama ini tak
berfikiran aku tidak normal, pasti mama Cuma berfikir belum ada wanita yang beruntung
saja. Kedua, mama bilang maya cantik. Itu artinya selain normal, aku juga
terbukti punya selera yang bagus. terima kasih ya Allah, mama selama ini tak
menduga ku sebagai anak tidak normal karena jauh dari wanita.
“Hehehe, iya ma cantik, makanya abang
suka.” Aku riang minta ampun, girang seperti fikri anak lek dang yang sedang
mendengar lagu iwak peyek dari trio macan.
“Tinggal
dimana bang?” mama menanyakan alamat maya.
“Semarang
ma, tapi sekarang lagi sekolah di jombang”
“Jombang?
Kampus mana?” mama heran kenapa menantunya begitu jauh (gubrax buat kata menantu).
“Bukan
ma, tapi di MAN tambak beras jombang.”
“MAN?.
Masih sma dong. Kok di jawa timur? Bukannya kata abang dia orang semarang?”
“Iya
ma, dia mondok di sana di pondok pesantren al-wardiah jombang, dia santriwati”
ku perjelas.
“Kenal
maya dari mana bang?”
“Hehehe,
di fb (facebook) ma, tahun lalu ma.” Setelah jawaban itu mama terus
memperhatikan foto sang gadis dan beberapa koleksi foto yang lain maya sambil
senyum-senyum.
“Kok
bisa suka sama dia?” mama mulai meng-introgasi
perihal perasaan.
“gak
tau, ya abang suka aja” singkat, sebenarnya bukan ini jawaban sesungguhnya,
mama pasti mengerti.
“kalau
suka, terus?” mama mulai memancing, kusambut lugas dan pasti.
“Lamarin
maya buat abang dong ma” inilah yang
pantas di sebut to the point.
“Hahahahahahahaha.”
Ketawa mama kembali lepas, tapi tak hanya mama yang ketawa. Abang-abang di
belakang juga ketawa. Sontak membuat ku bangkit dari kursi dan teriak.
“Heh, ketawa apa lo pada ha?. Ketawain gua?” Tanya ku melotot tak terima
mereka menertawakanku. semuanya pun diam dan ada satu yang angkat bicara itu
pun dengan segannya.
“gak
bang, gak. Kami ketawain yang lain kok.” Abang itu mencoba menjelaskan.
“Oh
gitu?” aku kembali duduk dan melupakan mereka.”Ayo ma, kita lanjutkan curhat
kita.”
“Dimana
tadi kenalannya?” Tanya mama sepertinya ini sudah mama tanyakan tadi.
“Di
fb ma. hehehe, lamarin maya dong ma”
“Yee,
nanti dong bang. Buru-buru amat, abang
udah kenal orangtua maya?”
“Udah ma, rencananya abang mau kirim
surat ke bapak maya. Oh ya ma, bapak maya juga jualan mie ayam loh ma”
“Ha,
tuh kamu cocok banget ama bapaknya maya”
“Ya
ampun mama, lamar maya nya, bukan bapak nya.” Aku coba mempertegas dan mama
kesedak mendengar nya.
“Tadi
abang bilag apa?. Surat?” tanya mama kaget.
“Iya ma. Surat kok ma, surat doang gak pakai pelet
dan santet. tapi kok mama kaget?”
“Hihihihihi.”
Mama ketawa geli, membuat ku bingung. Hari ini mama banyak ketawa dan aku mulai
sedikit khawatir.
“kok
mama ketawa sih?”
“Gak
ada kok bang.” Ada yang mama rahasiakan sepertinya.
“Ayo
dong ma cerita!” agak merengek.
“Kasih
tau gak ya?” canda yang justru keluar dari mama dan kubalas dengan cemberut, tak
kusangka mama malah menjawab. “abang kalau cemberut kayak bapak.”
“Ya
iyalah, abang kan anak bapak ma. Sejelek-jeleknya abang, abang jelek kayak
bapak”
“Bahahahhahahahahahahah.”
ketawa pecah dan jelek sekali bunyinya. Tapi bukan dari mama melainkan dari
abang-abang jelek yang tadi ketawa di belakang ku. membuat ku naik tensi
“Heh,
ketawa apa lagi?. Pengen makan kursi lo?” serapah ku dengan berang.
“Gak
bang, gak. kami ketawa yang lain.”. dasar orang-orang itu mengganugu curhat ku
dan mama saja.
“Ma,
kenapa sih mama ketawa tadi?”
“Mau
tau ceritanya?” tanya mama dengan irama menggoda membuat ku penasaran. Sejak
tadi penasaran terus.
“Mau
mau mau,” sambil menunjukkan tampang
polos ala shin chan, bayang kan lah wahai kau anak manusia, seperti apa ketika
aku meniru sinchan (gak banget kan?).
“Dulu
bapak juga ngirim surat ke kakek mu. Proses kenalan mama dan bapak nyaris kayak
kamu dan maya. Bedanya kalau kalian lewat fb, mama dan bapak kenalannya lewat
kolom sahabat pena majalah Santana Indonesia”. Aku ingat majalah itu. Nama adik
ku yang paling tua diambil dari singkatan majalah itu. Santi, Santana Indonesia.
Majalah itu majalah langganan bapak dan mama. Dulunya bapak pernah mengirim
fotoku yang baru bisa merangkak, dan yang tertulis di majalah itu aku
bercita-cita menjadi petinju. Sungguh itu keputusan sepihak dari bapak yang
nge-fans berat pada Muhammad ali. Terbukti
aku sudah dibuatkan sansak tinju dari bantal guling yang digantung semenjak
berusia dua tahun. Sungguh itu mainan yang merusak masa kecilku. Aku tak berani
menyentuhnya sama sekalu karena dulu aku mengira itu adalah pocong yang
digantung bapak walhasil aku ketakutan masuk kamar selama berhari-hari setelah
menda itu di gantung di kamar. Aku pun nyaris tidak percaya kalau bocah imut di
foto itu aku. Putih, gemuk dan aura nya cerah. jka aku berkaca sekarang, oh no my god, what happen to me?
“Terus
ma, gimana kelanjutannya? Aku makin penasara (terus kalau penasaran gua harus
bilang waw gitu?)
“Ya
gitu, bapak kirim surat terus ke mama. dan kirim ke kakek juga”
“wah
bapak berani ya, abang aja belum ngirim udah takut. Bapak bilang apa ma,
disurat?”
“Tau
gak bang, bapak bilang gini : sudah seluruh
taman bunga kusinggahi di negeri ini tapi tak ada yang seindah taman bunga di
Belitung (kampung halaman mama)” cerita itu membuat mama senyum tapi aku
malah ketawa geli. Ternyata, bapak tak
pandai bikin puisi. jelek sekali caranya menggombal. Jelas sekali teori bapak
tidak akan manjur jika menggoda gadis-gadis jaman sekarang. Dan satu lagi, kata bapak sudah
seluruh taman bunga di negeri ini dia satroni aku yakin dia belum pernah ke
taman bunga alun-alun engku putri.
“Hihihi,
puisi bapak jelek ya. Terus tanggapan mama gimana?”
“Mama
Tanya ama kakek, taman bunga paling
indah di Belitung, itu dimana ayah?. Terus kakek mu jawab, itu maria, ilalang depan rumah mu, itu lah taman bunga terindah”.
hmmmm, ternyata bakat romatis ku menurun dari kakek ku, almarhum Arim . Kakek bisa
menangkap makna puisi tak seberapa bapak. Bahwa taman terindah itu adalah taman
cinta mama. Walau bapak menggunakan istilah lugas ala film drama percintaan
indonesia 80 an, Basi dan gak asyik. Harusnya bapak dulu membeli buku khalil Gibran agar rayuannya
lebih dahsyat dan gombal.
“Terus
ma terus,” aku terus menodong mama dengan pertanyaan.
“Kan
dulu mama pernah cerita, bapak ngirim surat terus. mama kira bapak bercanda dan
Cuma iseng. Dan gak taunya, bapak datangin mama ke Belitung. Baru kali itu mama
di bikin mati kutu sama laki-laki. Dan terbukti bapak mu adalah laki-laki
paling berani yang dekatin mama.” Hmmmm
mental berani, semoga aku juga berani melamar maya, ucapku dalam batin.
“Ma
, abang gak tahu kapan ketemu sama maya, apa abang bisa ketemu maya?”
“InsyaAllah
bisa. Tuh buktinya mama dan bapak.
mama gak nyangka bisa ketemu bapak. Kami saling tukar surat selama bertahun
tahun tanpa pernah ketemu sampai waktu kami mau nikah.”
“dulu
apa mama jatuh cinta sama bapak?” Mama hanya diam, dan tak lama iya mengangguk,
mama masih malu mengakuinya. But why you
shy mama?
“abang
harus gimana dong ma?”
“Berdo’a,
percaya lah pada doa. Mama dulu juga gitu, entah kenapa walau mama belum pernah
ketemu bapak, mama bisa rasain kalau mama jatuh cinta sama bapak dan berdoa
supaya ketemu sama bapak. (berhenti sejenak sambil tarik nafas) iya bang, mama
jatuh cinta, walau gak pernah ketemu. Tapi mama tahu, kalau bapak gak
main-main. mama tahu bapak juga jatuh cinta sama mama tentunya. dan terbukti.
Mama baca diary bapak, sejak kenal sama mama, bapak langsung punya waktu khusus
hanya untuk mendoakan mama. Di kala sore hari.”
To tweeeet (so swet), aku
melongo mendengarnya. Tak kusangka, mereka dulu punya cerita seperti ini. Dan
aku, baru saja akan mulai. Membuat ku yakin bahwa aku akan dan insyaAllah ketemu maya. Yang kubutuh
hanya doa dan keseriusan.
“Jadi,
sekarang maya pacar abang?”
“Bukan
ma, maya itu calon istri abang” tak tahu malu (sedikit).
“Hahahh,iya
deh iya. Yang penting serius, berdoa, dan gak boleh sakiti dia. Janji?”
“Janji!”
sambil mengepalkan tangan dan kuangkat,
“Merdeka!”
teriakan abang-abang yang di belakang ku tadi,
“Ya
merdeka!. Horas bah!” kusambut merdeka dari mereka. Setelah itu kami bersalaman
satu sama lain antara aku dan abang-abang tadi. Saling berpelukan akrab bahkan
mereka ada yang menangis haru. sungguh suasana tiba-tiba jadi gaje
(gak jelas) banget. Hari itu mama membeberkan bagai mana kisah cintanya,
dan aku membeberkan kisah cintaku. Sungguh suasana yang kurindukan, mama
mengajariku managemen cinta jarak jauh nya dengan bapak. Patut ku tiru karena jarak
ku dan maya baik jarak tempat dan usia juga jauh. Dia di semarang dan aku
kepulauan riau, usia kami terpaut nyaris 7 tahun, ideal sebenernya. Semoga mama
bisa mengajari banyak hal pada anaknya yang sedang terlibat, LDR (long
distance relationship) ini.
Malam
itu berakhir, Aku dan mama pulang sambil membawa 20 bungkus mie ayam untuk
bapak, adik adikku dan tetangga. dua jam kami curhat. Sesampai dirumah kami
disambut bau menyengat yang ternyata dari dapur. Tiga orang malang kelaparan
mencoba memasak. Bapak, santi dan hijra mencoba menggoreng sebuah benda yang
kuperhatikan berbentuk bulat tapi hitam sekali serta menimbulkan bau gosong
seperti tikus terbakar. Selidik punya selidik itu adalah telor ceplok, kasihan
sekali, mereka beruntung karena aku pulang membawa mie ayam. dapur pun mereka
tinggalakan begitu saja dan langsung melahap mie ayam yang ku bawa, harus
sedikit ku kendalikan agar bungkus mie ayam tak turut di makan mereka. siasanya
ku bagi ketetangga. Tapi tiba tiba muncul ide jahil ku.
“Ma,
abang mau lihat dong, buku harian bapak ama surat-surat bapak” sambil berbisik tentu nya. Aku dan mama
melangkah ke kamar dan membaca
surat-surat itu. Sontak, aku terpingkal-pingkal. Terbukti bapak bukan orang romantis,
kata-katanya seperti rambo yang mencoba menggoda wanita, hihihihihhi. Lucu, lugas, kaku kesana kemari. Pemilihan kosa-katanya
seperti pidato presiden orde baru, jangan-jangan bapak nyontek waktu membuat
surat cinta. Walhasil surat cintanya datar. Aku terus saja ketawa
dan ternyata tawaku mengambil perhatian bapak. Beliau ke kamar dan langsung
merebut surat-surat itu, terjadi pergulatan seru, kejar-kejaran dan teriak-teriak
tidak jelas di kamar. Bapak kaget diary nya dibaca.
Kejadian
itu berlalu, sudah nyaris dua tahun lamanya. Kini aku terpisah dari mama dan
keluarga ku. Aku harus pindah merantau ke tanjungpinang menyelesaikan kuliah ku
yang memuakkan ini. Sebentar lagi hari ibu. Moment penting kedua yang akan
kulewat kan setelah pada ulang tahun mama aku tidak bisa pulang. Dan hanya bisa
sms saat ultah mama, itu pun kata-kata sederhana, dan untuk hari ibu yang hanya
5 hari lagi alhamdulilllah aku sudah memesan hadiah untuk mama.
“Wa’alaikumsalam pul, iya. Makasih kakak udah terima uangnya, desain nya boleh gak kirim Via sms aja. kakak lagi gak buka
fb.” Balasan sms kak nova masuk ke handphone
ku.
“Iya
kak, pancake warna merah, kayak yang di foto fb kakak. Kue nya ada 6. Tulisnya
di masing-masing kue begini kak :
1.
Selamat hari ibu.
Love u mama;
2.
Selamat hari ibu,
dari saiful;
3.
Selamat hari ibu,
dari bapak;
4.
Selamat hari ibu,
dari santi;
5.
Selaat hari ibu,
dari hijra;
6.
Selamat hari ibu,
dari maya.