teman ipul

Minggu, 09 Desember 2012

cerita silma




Panas sekali. Seharian aku hanya terkurung  di dalam kamar. Jum’at yang saat semuanya memanfaatkan untuk ngelayap keluar pondok, namun hari ini rasanya aku enggan beranjak keluar gerbang kamar.
“Ada apa sih?” Tanya ku dalam hati saat tiba-tiba saja semua beranjak keluar kamar. Semua pun bertengger di pagar balkon dengan semua mata tertuju padanya. Padanya siapa? jadi penasaran, aku pun penasaran dan turut serta bertengger berjamaah bersama santirwati yang lain. Namun, loh! apa yang dilihat? Aneh,mereka melihat jalanan kosong itu namun begitu antusias.
Belum, aku rasa yang ditunggu memang belum muncul. Awinda sejak tadi kuperhatikan terus melihat jam tangannya dengan serius dan hingga akhirnya ia menghitug mundur. turut diikuti isyarat kesepuluh jarinya.
“9, 8, 7, 6, 5, 4, 3 ,2 dan…….”Mata awinda beralih menuju arah bawah balkon dan kami yang memperhatikan gadis itu menghitung mundur pun mengikutinya bagai makmum, aku yang sejak tadi tidak tahu sedang melakukan ritual apa ini pun turut saja mengikuti tingkah mereka yang seperti orang dihipnotis. dan Seakan di telingaku terdengar alunan musik for the rest of my live gubahan maher zain saat sesosok yang sejak tadi ditunggu-tunggu melangkah. Seorang pria yang baru ku lihat, melintas dihadapan ku, dihadapan kami semua.  Pantas sekali manusia ini terhipnotis, yang lewat seorang kloningan nikolas saputra, para gadis seakan tak sadarkan diri terus menatap dengan khusu’, sang pujangga melangkah dan terus melangkah kian jauh dan makin jauh keluar dari penglihatan, dan menghilang. Sosok itu menghilang.
Sosok itu menghilang namun ritual ini belum selesai. Para ukhti masih larut dalam lamunan. Mata masih terpaku pada bekas-bekas kaki melangkah sang pemuda. Tanpa bergeming sedikitpun. Bisa dipastikan bahwa para gadis sedang dalam lamunan bersertifikasi internasional. Khayalan tingkat tinggi, membelah atmosfer berlapis-lapis meluncur bersama paus akrobatik mendarat di rasi bintang paling manis.
“WOOOOOI. SIAPA YANG MUTAR MUSIK BARAT KERAS-KERAS, GAK TAU ORANG MAU SOLAT JUM’AT APA!!!!!!!!!!!!” Itu suara teriakan khas penjaga kantin. Rupanya musik maher tadi beneran diputar. Ku kira itu adalah kinerja alam bawah sadar yang terpicu ketika sang yusuf lewat hingga detak jatung berdetak tak teratur membentuk gubahan simfoni dan terngianglah for the rest of my live. sebuah kidung cinta para santri. Berkat bentakan tadi, semua santriwati berhasil kembali pada realita dan terbebas dari hipnotis sang yusuf.  Namun ada seorang gadis yang sejak tadi masih terpana. Bertengger bak patung kemayoran di pagar balkon. Terpana hingga tangan tak bisa dilepas dari pagar besi. Terpana menyaksikan bekas jejak kaki sang pujangga. Ada beberapa hal berkategori parah yang terjadi pada gadis yang masih bertengger paska melintasnya sosok asing namun menawan minta ampun itu:
Parah 1. Parah sekali karena gadis ini terserang struk mendadak sehingga sekujur  tubuhnya membeku.
Parah 2. Tubuh gadis itu membeku justru di pagar balkon
Parah 3. karena membeku dipagar balkon gadis itu seperti patung kemayoran
Parah 4. Jika divisualisasi secara dua dimensi melalui sumbu X dan sumbu Y. maka gadis ini seperti narapidana yang baru masuk penjara. Mengapa, karena pagar balkon seperti jeruji penjara yang didesain khusus anti bunuh diri jika ada santriwati hendak lompat dari balkon karena hal-hal seperti tadi. (perlu di garis bawahi  desain jeruji itu hanya fiktif belaka. Hanya untuk mendramatisir kisah. Dan mengenai lompat dari balkon Itu juga tidak pernah terjadi, karena kami sangat bahagia dan betah di pondok dan gak mungkin frustasi.)
Parah 5. Berdasarkan parah 1, parah 2, parah 3, dan parah 4, dapat di ambil kesimpulan bahwa gadis ini adalah korban terparah radiasi sang yusuf.
Parah 6. Ini adalah super duper parah karena ternyata gadis itu adalah aku.
Sudah 2 hari dari hari itu. Aku sekarang punya hobi baru, menghayal. Sudah pasti menghayal yang sedang kita bahas adalah tentang sang yusuf. Siapa namanya? Sampai sekarang aku belum tahu. juga santriwati  yang lain. Yang kamu tahu dia adalah anak  pengasuh kami di pondok . Anak kedua dari tiga bersaudara, “siapa namanya, Ya Allah kenapa. kenapa aku jadi seperti ini?”.
“JGERZ!!!!!!!!!!!!”. Itu suara yang sering terjadi di negeriku. Ledakan bom bunuh diri orang-orang konyol atau pun tabung gas elpii yang bocor. Namun kalau suara seperti itu terjadi di lab kimia maka tak lain dan tak bukan, itu ledakan dari senyawa kimia gagal dari. Seorang santri dengan konyolnya mencampur chlorine dan alcohol berlebihan. Untung saja hanya ledakan kecil yang menyebabkan batuk-batuk. Namun tidak beruntung jika parah 6 kembali terjadi. Ya, kembali terjadi. Gadis itu, gadis yang melakukan ledakan bak separatis itu adalah aku.
Kejadian itu tak surut mengubahku yang doyan menghayal. Sepiring lele goreng dan nasi tak seberapa banyak jadi korban lamunan ku, jenazah lele korban penggorengan itu  ku bolak balik tak menentu, kurasa dia sedang protes dialam sana sambil serapah. “LO KAPAN MAU MAKAN GUAAAAAAAAAAAAAA”
“HOI.!!!!!!!!!!!!!!!!!!” Aku dikagetkan, Awinda, dia mengejutkan ku. “Hati-hati nanti lelenya juga meledak.hahhaha” ledek awinda. Aku hanya senyum menanggapinya, dan kembali bisu.
”kenapa? si cowok ganteng itu ya, yang udah bikin kamu gila? sampai mau jadi teroris dengan meladakkan lab kimia. Hahahah”. Sama seperti tadi aku hanya senyum sedikit. “Namanya siapa ya ma, kok kayaknya dia orang baru” Awinda justru menanyakan pertanyaan yang kutanyakan selalu dalam hati.
“Gak tahu, kita kan baru ngeliat dia,”
“Nah akhirya si gadis bisu bicara. Kenapa kamu juga mau tahu namanya?” Pertanyaan yang kembali membuat ku senyum sedikit dan terbisu lagi. Awinda sepertinya mengerti dengan apa yang digambarkan wajah ini,
“Tenang aja silma, dengan berbagai cara aku akan cari tahu siapa namanya”
#Keesokan harinya balkon pondok
 “SILMA-SILMA” Suara yang keras sekali, harusnya itu suara perempuan karena ini pondok santriwati tapi teriakan begitu liar tadi seperti abang-abang kernet, lantang dan keras, satu koridor asrama pun sampai protes mendengar teriakan itu. dan pemilik suara yang tak lain adalah awinda. “Silma, aku udah tahu, namanya” Aku tersentak dengan perkaaan awinda yang agak ngos-ngosan, ini dia kabar yang jujur walau aku malu menagakuinya, aku menanti kabar ini. Dengan agak malu aku bertanya pada nya
“Siapa nama nya”
“Gus fikri. Lengkapnya ahmad kanzul fikri…..”jawab awinda.
“GUBRAX!!!!!!1” Aku terjatuh, pingsan, ternyata namanya saja sudah membuat ku gila hingga tak sadar dan pingsan saat terbangun kusaksikan kerumnan santriwati sekamar,
“Kamu kok pingsan, kenapa?” Tanya santriwati bergantian,
“gak papa kok,” kata awinda, saksi kunci kejadian. Dan semua santri pun kembali setelah suasana mulai kondusif. Aku masih duduk di tilam. Sebenarnya hanya shock saja. Nama si yusuf sudah membuatku sesak didada, tak tertahan hingga pingsan.
“Itu namanya?” Tanya ku pada Awinda..
“Bukan itu nama kakaknya” demikian kata-kata jawaban Awinda tanpa dosa.
“Hah,.!!!!!!!!!!”For second time, akhirnya “GUBRAX” dan aku pingsan lagi.
Awinda, kenapa dia tidak bilang dari awal kalau itu bukan namanya tapi nama saudaranya. Seperti diawal tadi, kembali kerumunan itu dimataku saat aku tersadar dan pertanyaan sebelumnya, namun ditambah lagi dengan kalimat baru “kami antar kamu ke rumah sakit ya silma” Oh tidak, jangan ada dokter atau tempat bernama sangat horror seperti rumah sakit itu,
“Gak kok mbak. Aku baik baik aja. Maaf aku Cuma kaget.” Ya Allah, Awinda, dia sudah membuat aku pingsan dua kali dalam 15 menit. “Jadi siapa namanya?”  kembali Tanya ku pada Awinda. Saat kawan kawan yang lain sudah pergi.
“Belum tahu, tapi pasti dapat, aku jamin. Gimana pun aku pasti dapat untuk sahabatku, janji.”
“Gimana caranya” Aku masih belum mengerti apa strategi yang di maksud awinda. Kali ini dia malah mengajakku ke pengajian umum, sebuah pengajian yang sunnah untuk diikuti, karena gak ada masalah kalau gak diikuti, memang jarang peminat, biasa yang hadir memang santriwan dan santriwati yang terlalu rajin dan terlalu bernafsu belajar, dan awinda yang sulit dipercaya ternyata justru tertarik pada kajian ini, kajian yang berisi diskusi dan ujung-ujungnya tanya jawab, bermanfaat tapi entah kenapa tidak menarik. Kajian berjalan seperti biasanya dan tiba diakhiri sesi saat Tanya jawab. Ditempat ini memang berisikan santri-santri langka dengan perbandingan  1 berbanding 15, yang benar-benar haus ilmu. Mereka berebuatan untuk bertanya, karena jatah pertanyaan hanya untuk  3 orang, sangat wajar dan jauh dari aneh, namun yang aneh justru saat tak kusangka perempuan disebelahku juga ikut-ikutan mengacungkan tangannya, awinda, dia yang nyaris tidak mungkin ikut kajian ini malah seperti bocah salah minum obat. Entah kenapa. Ku biarkan saja, kalau seandainya ada yang memalukan aku tinggal bilang, “maaf mbak. Saya gak kenal orang aneh ini” Tapi mudah mudahan tidak. Semua pertanyaan diajukan satu persatu dan tidak ada yang aneh sejauh ini. Tibalah giliran awinda. dia mengajukan 3 pertanyaan sekaligus, 1 pertanyaan selesai dan dilanjutkan dengan pertanyaan berikut namun di pertanyaan ketiga yang bisa saja membuat aku pingsan, namun aku berusaha tegar, Ya Allah kuatkan aku, karena pertanyaan ketiganya berbunyi “siapa nama adik laki-laki gus fikri”
#Beberapa hari setelah kejadian memalukan itu
Hari-hari berlalu setelah kajian itu. Awinda, dia benar-benar melakukan segala cara sampai harus dihukum solawat di depan rumah ibu yai. Cukup sampai disitu saja kau malu temanku.
“SILMA!” Lagi dan lagi teriakan dari ujung koridor, terikan khas kernet batak yang membuat protes seantero asrama, Teriakan yang mengalahkan rekor penjaga kantin. Seharusnya ada gayung yang menyambut teriakan itu, tak perlu kuperkenalkan lagi siapa dia. “Silma. Ikut aku sekarang juga….”       
“Ada apa sih. Panas-panas begini.” Protes ku karena diseret Awinda.
“Udah gak usah protes. Cepet,.” Sambil menarik tanganku kami pun berjalan menyusuri asrama dari lantai dua hingga koridor lantai dasar, aku masih bingung dengan maunya awinda. “Kamu tau. Gus ronal ulang tahun tanggal 19 oktober nanti, 5 hari lagi”. Kata awinda yang menjadi biang rusuh akhir.akhir ini.
Ronal, nama panjang nya  Muhammad arinal haq. Sang yusuf yang membuat kami para santriwati bertengger di balkon. Tak banyak kata yang patut terucap, ia mengganggu fikiran ku. Tak perlu kusebut  hal apa dari laki-laki yang sanggup membuat wanita gila. Belum terlalu jauh, namun aku sudah tergila-gila pada anak pengasuh pondok yang pendiam dan tertutup bahkan cenderung pemalu itu. Dia tidak sepopuler masnya. Karena sifat pemalu dan tertutupya apa lagi pada perempuan.
Saat kami masih berjalan, menyusuri koridor, “Silma!”
“Ada apa?” Tanyaku pada si biang rusuh ini. Namun bukan jawaban, malah di belokan sudut salah satu ruangan ia malah mendorongku hingga aku terdorong jauh sekali di depannya dan anehnya ia justru hilang seketika. Aku kaget. Hendak aku kejar awinda namun satu hal mambuat ku tak bergerak dari tempat itu Karena, seorang pria berdiri dihadapanku, dan pria itu Muhammad arinal haq.
Dilorong itu, hanya ada kami berdua, selain awinda yang aku tahu sedang mengintip di ujung sana. Lama sekali, si pemuda pemalu itu jelas salah tingkah dan apa lagi aku. Kami sama-sama salah tingkah. Bingung harus berbuat apa, bingung mau bicara apa, tarik nafas yang dalam, buang perlahan, ulangi tiga kali dan bismillah.
“Se.. se.. selamat milad gus ronal.” Ucapku dengan merinding
“Terima kasih. Tapi itu 5 hari lagi. Tapi terima kasih sekali” jawabnya dengan merinding pula.
“Gak papa. Takut nanti gak sempat ucapinnya.”
“Iya gak apa…” Percakapan terhenti, dua orang salah tingkah ini terdiam kembali  mencari bahan. Kami tidak boleh lama-lama disini, tidak enak jika terlihat sama orang lain. Akan jadi fitnah.
“Jangan lupa traktir kalau milad nanti”  aku mencoba akrab
“i..i..insyaAllah, jangan lupa kadonya” jawabnya dan ternyata ia sungguh malu
“kamu mau kado apa?“ Tanya ku dengan irama terbiasa dan hadiah yang ternyata diinginkan Muhammad arina Haq adalah
            “Hadiahi aku sebuah pertemuan..”

1 komentar: