Panas
sekali. Seharian aku hanya terkurung di dalam
kamar. Jum’at yang saat semuanya memanfaatkan untuk ngelayap keluar pondok,
namun hari ini rasanya aku enggan beranjak keluar gerbang kamar.
“Ada
apa sih?” Tanya ku dalam hati saat tiba-tiba saja semua beranjak keluar kamar.
Semua pun bertengger di pagar balkon dengan semua mata tertuju padanya. Padanya
siapa? jadi penasaran, aku pun penasaran dan turut serta bertengger berjamaah
bersama santirwati yang lain. Namun, loh! apa yang dilihat? Aneh,mereka melihat
jalanan kosong itu namun begitu antusias.
Belum,
aku rasa yang ditunggu memang belum muncul. Awinda sejak tadi kuperhatikan
terus melihat jam tangannya dengan serius dan hingga akhirnya ia menghitug
mundur. turut diikuti isyarat kesepuluh jarinya.
“9,
8, 7, 6, 5, 4, 3 ,2 dan…….”Mata awinda beralih menuju arah bawah balkon dan
kami yang memperhatikan gadis itu menghitung mundur pun mengikutinya bagai
makmum, aku yang sejak tadi tidak tahu sedang melakukan ritual apa ini pun
turut saja mengikuti tingkah mereka yang seperti orang dihipnotis. dan Seakan
di telingaku terdengar alunan musik for the rest of my live gubahan maher zain
saat sesosok yang sejak tadi ditunggu-tunggu melangkah. Seorang pria yang baru
ku lihat, melintas dihadapan ku, dihadapan kami semua. Pantas sekali manusia ini terhipnotis, yang
lewat seorang kloningan nikolas saputra, para gadis seakan tak sadarkan diri
terus menatap dengan khusu’, sang pujangga melangkah dan terus melangkah kian
jauh dan makin jauh keluar dari penglihatan, dan menghilang. Sosok itu
menghilang.
Sosok
itu menghilang namun ritual ini belum selesai. Para ukhti masih larut dalam
lamunan. Mata masih terpaku pada bekas-bekas kaki melangkah sang pemuda. Tanpa
bergeming sedikitpun. Bisa dipastikan bahwa para gadis sedang dalam lamunan
bersertifikasi internasional. Khayalan tingkat tinggi, membelah atmosfer
berlapis-lapis meluncur bersama paus akrobatik mendarat di rasi bintang paling
manis.
“WOOOOOI. SIAPA YANG
MUTAR MUSIK BARAT KERAS-KERAS, GAK TAU ORANG MAU SOLAT JUM’AT APA!!!!!!!!!!!!” Itu
suara teriakan khas penjaga kantin. Rupanya musik maher tadi beneran diputar.
Ku kira itu adalah kinerja alam bawah sadar yang terpicu ketika sang yusuf
lewat hingga detak jatung berdetak tak teratur membentuk gubahan simfoni dan
terngianglah for the rest of my live. sebuah kidung cinta para santri. Berkat
bentakan tadi, semua santriwati berhasil kembali pada realita dan terbebas dari
hipnotis sang yusuf. Namun ada seorang
gadis yang sejak tadi masih terpana. Bertengger bak patung kemayoran di pagar
balkon. Terpana hingga tangan tak bisa dilepas dari pagar besi. Terpana
menyaksikan bekas jejak kaki sang pujangga. Ada beberapa hal berkategori parah yang
terjadi pada gadis yang masih bertengger paska melintasnya sosok asing namun
menawan minta ampun itu:
Parah
1. Parah sekali karena gadis ini terserang struk mendadak sehingga sekujur tubuhnya membeku.
Parah
2. Tubuh gadis itu membeku justru di pagar balkon
Parah
3. karena membeku dipagar balkon gadis itu seperti patung kemayoran
Parah
4. Jika divisualisasi secara dua dimensi melalui sumbu X dan sumbu Y. maka
gadis ini seperti narapidana yang baru masuk penjara. Mengapa, karena pagar
balkon seperti jeruji penjara yang didesain khusus anti bunuh diri jika ada
santriwati hendak lompat dari balkon karena hal-hal seperti tadi. (perlu di
garis bawahi desain jeruji itu hanya
fiktif belaka. Hanya untuk mendramatisir kisah. Dan mengenai lompat dari balkon
Itu juga tidak pernah terjadi, karena kami sangat bahagia dan betah di pondok
dan gak mungkin frustasi.)
Parah
5. Berdasarkan parah 1, parah 2, parah 3, dan parah 4, dapat di ambil
kesimpulan bahwa gadis ini adalah korban terparah radiasi sang yusuf.
Parah
6. Ini adalah super duper parah karena ternyata gadis itu adalah aku.
Sudah
2 hari dari hari itu. Aku sekarang punya hobi baru, menghayal. Sudah pasti
menghayal yang sedang kita bahas adalah tentang sang yusuf. Siapa namanya?
Sampai sekarang aku belum tahu. juga santriwati
yang lain. Yang kamu tahu dia adalah anak pengasuh kami di pondok . Anak kedua dari
tiga bersaudara, “siapa namanya, Ya Allah kenapa. kenapa aku jadi seperti
ini?”.
“JGERZ!!!!!!!!!!!!”.
Itu suara yang sering terjadi di negeriku. Ledakan bom bunuh diri orang-orang
konyol atau pun tabung gas elpii yang bocor. Namun kalau suara seperti itu
terjadi di lab kimia maka tak lain dan tak bukan, itu ledakan dari senyawa
kimia gagal dari. Seorang santri dengan konyolnya mencampur chlorine dan
alcohol berlebihan. Untung saja hanya ledakan kecil yang menyebabkan
batuk-batuk. Namun tidak beruntung jika parah 6 kembali terjadi. Ya, kembali
terjadi. Gadis itu, gadis yang melakukan ledakan bak separatis itu adalah aku.
Kejadian
itu tak surut mengubahku yang doyan menghayal. Sepiring lele goreng dan nasi
tak seberapa banyak jadi korban lamunan ku, jenazah lele korban penggorengan
itu ku bolak balik tak menentu, kurasa
dia sedang protes dialam sana sambil serapah. “LO KAPAN MAU MAKAN
GUAAAAAAAAAAAAAA”
“HOI.!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
Aku dikagetkan, Awinda, dia mengejutkan ku. “Hati-hati nanti lelenya juga
meledak.hahhaha” ledek awinda. Aku hanya senyum menanggapinya, dan kembali bisu.
”kenapa?
si cowok ganteng itu ya, yang udah bikin kamu gila? sampai mau jadi teroris
dengan meladakkan lab kimia. Hahahah”. Sama seperti tadi aku hanya senyum
sedikit. “Namanya siapa ya ma, kok kayaknya dia orang baru” Awinda justru
menanyakan pertanyaan yang kutanyakan selalu dalam hati.
“Gak
tahu, kita kan baru ngeliat dia,”
“Nah
akhirya si gadis bisu bicara. Kenapa kamu juga mau tahu namanya?” Pertanyaan
yang kembali membuat ku senyum sedikit dan terbisu lagi. Awinda sepertinya
mengerti dengan apa yang digambarkan wajah ini,
“Tenang
aja silma, dengan berbagai cara aku akan cari tahu siapa namanya”
#Keesokan
harinya balkon pondok
“SILMA-SILMA” Suara yang keras sekali,
harusnya itu suara perempuan karena ini pondok santriwati tapi teriakan begitu
liar tadi seperti abang-abang kernet, lantang dan keras, satu koridor asrama
pun sampai protes mendengar teriakan itu. dan pemilik suara yang tak lain
adalah awinda. “Silma, aku udah tahu, namanya” Aku tersentak dengan perkaaan
awinda yang agak ngos-ngosan, ini dia kabar yang jujur walau aku malu
menagakuinya, aku menanti kabar ini. Dengan agak malu aku bertanya pada nya
“Siapa
nama nya”
“Gus
fikri. Lengkapnya ahmad kanzul fikri…..”jawab awinda.
“GUBRAX!!!!!!1”
Aku terjatuh, pingsan, ternyata namanya saja sudah membuat ku gila hingga tak
sadar dan pingsan saat terbangun kusaksikan kerumnan santriwati sekamar,
“Kamu
kok pingsan, kenapa?” Tanya santriwati bergantian,
“gak
papa kok,” kata awinda, saksi kunci kejadian. Dan semua santri pun kembali
setelah suasana mulai kondusif. Aku masih duduk di tilam. Sebenarnya hanya
shock saja. Nama si yusuf sudah membuatku sesak didada, tak tertahan hingga
pingsan.
“Itu
namanya?” Tanya ku pada Awinda..
“Bukan
itu nama kakaknya” demikian kata-kata jawaban Awinda tanpa dosa.
“Hah,.!!!!!!!!!!”For
second time, akhirnya “GUBRAX” dan aku pingsan lagi.
Awinda,
kenapa dia tidak bilang dari awal kalau itu bukan namanya tapi nama saudaranya.
Seperti diawal tadi, kembali kerumunan itu dimataku saat aku tersadar dan
pertanyaan sebelumnya, namun ditambah lagi dengan kalimat baru “kami antar kamu
ke rumah sakit ya silma” Oh tidak, jangan ada dokter atau tempat bernama sangat
horror seperti rumah sakit itu,
“Gak
kok mbak. Aku baik baik aja. Maaf aku Cuma kaget.” Ya Allah, Awinda, dia sudah
membuat aku pingsan dua kali dalam 15 menit. “Jadi siapa namanya?” kembali Tanya ku pada Awinda. Saat kawan
kawan yang lain sudah pergi.
“Belum
tahu, tapi pasti dapat, aku jamin. Gimana pun aku pasti dapat untuk sahabatku,
janji.”
“Gimana
caranya” Aku masih belum mengerti apa strategi yang di maksud awinda. Kali ini
dia malah mengajakku ke pengajian umum, sebuah pengajian yang sunnah untuk
diikuti, karena gak ada masalah kalau gak diikuti, memang jarang peminat, biasa
yang hadir memang santriwan dan santriwati yang terlalu rajin dan terlalu
bernafsu belajar, dan awinda yang sulit dipercaya ternyata justru tertarik pada
kajian ini, kajian yang berisi diskusi dan ujung-ujungnya tanya jawab, bermanfaat
tapi entah kenapa tidak menarik. Kajian berjalan seperti biasanya dan tiba
diakhiri sesi saat Tanya jawab. Ditempat ini memang berisikan santri-santri
langka dengan perbandingan 1 berbanding
15, yang benar-benar haus ilmu. Mereka berebuatan untuk bertanya, karena jatah
pertanyaan hanya untuk 3 orang, sangat
wajar dan jauh dari aneh, namun yang aneh justru saat tak kusangka perempuan
disebelahku juga ikut-ikutan mengacungkan tangannya, awinda, dia yang nyaris
tidak mungkin ikut kajian ini malah seperti bocah salah minum obat. Entah
kenapa. Ku biarkan saja, kalau seandainya ada yang memalukan aku tinggal
bilang, “maaf mbak. Saya gak kenal
orang aneh ini” Tapi mudah mudahan tidak. Semua pertanyaan diajukan satu
persatu dan tidak ada yang aneh sejauh ini. Tibalah giliran awinda. dia
mengajukan 3 pertanyaan sekaligus, 1 pertanyaan selesai dan dilanjutkan dengan
pertanyaan berikut namun di pertanyaan ketiga yang bisa saja membuat aku
pingsan, namun aku berusaha tegar, Ya Allah kuatkan aku, karena pertanyaan
ketiganya berbunyi “siapa nama adik laki-laki gus fikri”
#Beberapa
hari setelah kejadian memalukan itu
Hari-hari
berlalu setelah kajian itu. Awinda, dia benar-benar melakukan segala cara
sampai harus dihukum solawat di depan rumah ibu yai. Cukup sampai disitu saja
kau malu temanku.
“SILMA!”
Lagi dan lagi teriakan dari ujung koridor, terikan khas kernet batak yang membuat
protes seantero asrama, Teriakan yang mengalahkan rekor penjaga kantin.
Seharusnya ada gayung yang menyambut teriakan itu, tak perlu kuperkenalkan lagi
siapa dia. “Silma. Ikut aku sekarang juga….”
“Ada
apa sih. Panas-panas begini.” Protes ku karena diseret Awinda.
“Udah
gak usah protes. Cepet,.” Sambil
menarik tanganku kami pun berjalan menyusuri asrama dari lantai dua hingga
koridor lantai dasar, aku masih bingung dengan maunya awinda. “Kamu tau. Gus ronal
ulang tahun tanggal 19 oktober nanti, 5 hari lagi”. Kata awinda yang menjadi
biang rusuh akhir.akhir ini.
Ronal,
nama panjang nya Muhammad arinal haq.
Sang yusuf yang membuat kami para santriwati bertengger di balkon. Tak banyak
kata yang patut terucap, ia mengganggu fikiran ku. Tak perlu kusebut hal apa dari laki-laki yang sanggup membuat
wanita gila. Belum terlalu jauh, namun aku sudah tergila-gila pada anak
pengasuh pondok yang pendiam dan tertutup bahkan cenderung pemalu itu. Dia
tidak sepopuler masnya. Karena sifat
pemalu dan tertutupya apa lagi pada perempuan.
Saat kami masih
berjalan, menyusuri koridor, “Silma!”
“Ada
apa?” Tanyaku pada si biang rusuh ini. Namun bukan jawaban, malah di belokan sudut
salah satu ruangan ia malah mendorongku hingga aku terdorong jauh sekali di
depannya dan anehnya ia justru hilang seketika. Aku kaget. Hendak aku kejar
awinda namun satu hal mambuat ku tak bergerak dari tempat itu Karena, seorang
pria berdiri dihadapanku, dan pria itu Muhammad arinal haq.
Dilorong itu, hanya ada
kami berdua, selain awinda yang aku tahu sedang mengintip di ujung sana. Lama
sekali, si pemuda pemalu itu jelas salah tingkah dan apa lagi aku. Kami
sama-sama salah tingkah. Bingung harus berbuat apa, bingung mau bicara apa,
tarik nafas yang dalam, buang perlahan, ulangi tiga kali dan bismillah.
“Se..
se.. selamat milad gus ronal.” Ucapku dengan merinding
“Terima
kasih. Tapi itu 5 hari lagi. Tapi terima kasih sekali” jawabnya dengan
merinding pula.
“Gak
papa. Takut nanti gak sempat ucapinnya.”
“Iya
gak apa…” Percakapan terhenti, dua orang salah tingkah ini terdiam kembali mencari bahan. Kami tidak boleh lama-lama
disini, tidak enak jika terlihat sama orang lain. Akan jadi fitnah.
“Jangan
lupa traktir kalau milad nanti” aku
mencoba akrab
“i..i..insyaAllah,
jangan lupa kadonya” jawabnya dan ternyata ia sungguh malu
“kamu
mau kado apa?“ Tanya ku dengan irama terbiasa dan hadiah yang ternyata
diinginkan Muhammad arina Haq adalah
“Hadiahi aku sebuah pertemuan..”
hahaha,, bikin ngakak pul,,
BalasHapus