teman ipul

Minggu, 09 Desember 2012

Mawar termahal di dunia




Senja berakhir beriringan lambat dengan lantunan azan dari puncak menara. Sahut-sahutan adzan dari berbagai penjuru disambut langkah kaki berjalan mengangkat debu dipermukaan tanah. Debu terbang tak mampu lebih tinggi dari mata kaki para umat yang rindu akan tuhannya. Kehidupan menjelang malam. Namun belum berakhir. Geliat malam baru saja terbangun. Mataharipun berganti warna-warni lampu mengelilingi kota tempat masjid baitusyakur tersisip
Ribuan orang barada disekitar masjid baitu syakur. Masjid dengan rambu-rambu wajib berpakaian sopan. Rambu yang radiasinya hanya ampuh sejauh 100 meter saja. Sepenuh-penuhnya masjid ini tetap saja kurang dari 20% saja muslim di seantero jodoh nagoya. Masjid bak ka’bah tahun 560 masehi. Dikelilingi berhala modernisasi dan kemegahan.
Mungkin kebetulan aku terlahir dan langsung menjadi muslimah. Namun tidak kebetulan saat ini aku bisa berjamaah karena bekerja menjaga rumah makan padang di komlplek masjid baitusykur. Uda sangat menghargai waktu solat. Kami semua wajib solat bagi yang tidak halangan. Kesempatan ini jarang aku dapatkan waktu aku bekerja di hotel sebagai PR (publick relation). Iman yang senantiasa terkontaminasi oleh ketidakpastian nasib membuatku harus berani bersikap. Dan alhamdulillah walau sempat luntang-lantung dengan mengandalkan sisa gaji aku berhasil keluar dari dunia lamaku.
Kini bekerja dengan menutup seluruh aurat bisa aku jalani dengan tenang, konsistensi dan idealisme sebagai muslimah bisa aku jalankan. Alhamdulliah. Sujud kian membuatku nyaman disini, berada disisinya dan mengadu sejadi-jadinya pada tuhan. Mengadu dan meminta hari esok. Kedua tangan seakan enggan turun dari menengadah. Andai saja tidak ada jam kerja. Maka seharian ini hanya meminta dan mengemis pada sanga maha kuasa. Begitu juga dengan dia yang disampingku, Mawar.
Mojang bandung berparas ayu alami. Kecantikannya mengalahkan gadis sederetan shaf jamaah muslimah. Muda dan membahayakan iman kaum pria yang memandang lebih dari 3 detik. Melebihi aku. Doanya terlalu dalam dan begitu dalam sampai menggali mata air kesedihan. Ada sesuatu yang ia adukan. Pemudi piatu ini tumbuh besar bersamaku. Hari-hari kami selalu berbagi dengan keceriaan, namun belum pernah ia membagi kesedihannya kepadaku. Dia hanya percaya tuhannya untuk menyelesaikan segala cobaan. Kendati ia tidak pernah menolak ketika aku mengadu rasa sakit yang kualami. Sumpah aku tidak akan menolak jika ia mau bercerita. Tapi itulah mawar. Indah, kontras, terlindungi duri yang ditumbuhkan tuhan di seluruh keberanian yang ada di paras ayunya.
Sudah biasa aku melihat ia berdoa begitu dalam. Namun baru kali ini ku melihat ada air mata jatuh membasahi sajadah. Ada luka dalam yang mungkin mengganggunya. Lama waktu Belum juga berakhir doa panjangnya yng begitu dalam. kuputuskan ini saatnya aku menenangkan orang yang lara ini. Kusapa  melalui pundak lemahnya. Ketika sentuhan tanganku memalingkannya segera aku berkata
”yang tenang ayu, akhiri doamu. Nanti air matamu habis. Saatnya kamu berbagi dengan ku”.
 Tawaranku membuatnya berfikir dan berfikir. Aku sendiri tak yakin dia mau berbagi denganku dan anehnya aku pernah berfikir orang seperti ayu hanya akan berbagi di ujung usianya.
Sudut masjid yang sepi menjadi pilihan kami kala itu. Lama sekali kami hanya diam. Ayu masih belum begitu tenang dan aku harus memberinya waktu lebih. Ketika kurasa waktu yang tepat telah tiba, tak kusia-siakan dan langsungsaja tanyaku mulai mengintrogasinya
“kamu ada apa yu. Kayaknya kamu ada masalah. Ceritakan aja”
Ayu adalah panggilan ku khusus untuknya, menggambarkan keindahan sejatinya. Mendengar tanyaku mawar hanya menggeleng dan terus menggeleng walau aku paksa sampai akhirnya aku agak kesal dan
“kamu pikir cukup dengan Cuma merengek-rengek sama Allah !”
Kata-kataku agak kasar karena kesal melihat ayu yang terus bungkam, namun sepertinya kata-kata ini berhasil membuatnya berkata-kata…..
“sampai detik ini Allah belum mampu membantuku apa lagi kamu”
“PLAKZ!!!!”
Tak sadar tamparanku mendarat di pipi gadis cantik itu. Reflex, aku saja terkejut dan sangat terkejut ketika pertama kalinya aku menampar teman baikku itu. Khawatir bercampur penyesalan membuatku turut merasa bersalah. Segera aku meminta maaf padanya.
“Maafkan aku yu’. Aku gak sengaja. Kamu cepat-cepat istigfar. Allah maha sempurna. Tidak pantas kita menilai Allah seperti itu”
Merasa bersalah, ayupun melafalkan istigfar, istigfar yang kembali ia iringi dengan tangis yang sampai kelubuk sanubarinya yang selama ini membuat parasnya terlihat tegar. Tangisnya kembali membuat kami hening sejenak.
10 menit kemudian ayu pun menceritakan semuanya. Semuanya yang telah merusak ketenangan jiwanya. Tak kusangka. Aku begitu terkejut, terpukul dan nyaris terbunuh oleh prihal yang ia sampaikan tentang dirinya. Pantas si gadis gundah gulana. Pantas sekali ia goyang dan goncang jiwanya. Dimana yang ia sampaikan adalah….
“na,…. Kamu pernah gak merasakan dijual bapak mu ke mucikari”
Demikian yang ia sampaikan. Cukup kalimat itu saja, hatiku sudah runtuh dengan kenyataan hidup yang begitu pahit dari sang mawar.
“Besok, aku akan dibanrol di hotel-hotel dengan harga jutaan, harga seorang perawan, tapi setelah itu hargaku hanya 60.000, harga barang bekas. “
“Bapakku terpaksa menjualku, na. manusia tak punya tuhan itu ditipu dukun pengganda uang. Aku pun ia gadaikan di mucikari.”
“Mungkin besok aku tak akan mengadu lagi padanya. Aku malu. Tak sanggup mencari jalan keluar lain selain menjual diri. Allah pasti kecewa. “
“Sesungguhnya, na. aku ingin mempertahankan diri ini hanya untuk suamiku kelak. Tapi laki-laki idaman takkan lagi ada untukku didunia ini. Aku ingin mempertahankan iman ini, na. sangat ingin.”
Kembali kami terdiam, manusia biasa sepertiku saat ini hanya bisa bungkam dan tak berarti. Sungguh sang gadis yang sebenarnya tak ternilai harganya itu telah digadai dengan harga 50 juta untuk melunasi utang bapaknya yang durhaka itu. Bingung bingung dan bingung sekali. Demi sang maha kasih. Ini hanya dia dan Dia yang tahu jalannya.
“Na, kamu mau kerumahku gak. Aku mau ngasih kamu barang-baraangku. Kamu ambil saja semua. Besok tidak akan ku pakai lagi. Ada mukenah, qur’an dan pakaian ku. Semuanya buat kamu. Mohon kamu terima.”
Demi menghibur mawar. Aku hanya bisa mengangguk, detik-detik penentuan seorang muslimah bergulir persis dihadapanku. Kebesaran Allah benar-benar dinanti. Rahasia Allah terhadap mawar kian mebuat penasaran. Allah tidak Mungkin tinggal diam, Allah pasti telah menyiapakan jalan yang begitu lurus untuk iman gadis ayu ini. Pasti.
Kami beranjak segera. Karena waktu isya yang sebenarnya tinggal 20 menit lagi. Kemungkinan kami akan sholat isya di kamar ayu jika waktu habis diperjalanan.  Terlihat mawar agak tegar. Dan senyum cantiknya kembali mekar dengan indahnya. Tak diragukan lagi dia memang mempesona. Sayang nasipnya begitu busuk.
Saat tiba di pinggir trotoar dan hendak menyeberang. Mawar memegang tangan ku begitu erat seakan tak mau lepas. Sambil menanti jalanan kosong dari lalu lalang mobil dan motor yang melaju ia berkata
“saudariku, Allah pasti punya jalan untukku, dan apapun yang Ia putuskan, tentu adalah yang terbaik. Bukan?0”
Mawar kembali tegar, aku mulai tenang dengan ini semua. Entah kenapa kata-katanya tadi begitu kuyakini kebenarannya. Allah pasti memutuskan yng terbaik untuk mawar. Jalanan terlihat sepi sekarang kamipun merasa ini saatnya untuk menyeberang. Genggaman tangan kami kian erat memastikan kami saling terlindungi.
BRUK!!!!!!.
Sebuah mobil lepas kendali dan menabrak tiang lampu merah. Syok membuatku diam dan gemetar. Keringat dingin tiba-tiba meluncur dari dalam jilbabku. Terasa sekali alirannya. Namun Allamdulillah aku selamat. Begitu pula pengendara mobil naas itu. Tapi ada satu hal yang perlahan kusadari. Tanganku melepas genggaman mawar. Ia hilang….
Ternyata mawar berada 30 meter dariku. Terlempar begitu jauh oleh hantaman keras mobil itu. Kuterjatuh tanpa kata-kata. Namun segera bangkit dan berlari menuju saudariku. Tidak mungkin, tidak mungkin ini jalan keluar yang Allah siapkan untuknya.
Lariku tungggang langgang dan lemas karena syok. Begitu lemas rasanya lutut ini, namun lutut mawar mungkinsaja lepas. Mawar, tunggu aku ayu’.
Begitu sampai dihadapan mawar. Langsung kudekap sisa-sinya nyawanya. Kucoba tenang agar iapun tak ketakutan. Namun tangis tak mampu terbendung dariku. Aku meronta-ronta meneriaki namanya. Mawar-mawar-mawar. Berkali-kali aku pastikan ia apakah masih disana. Darah mengalir deras dari ubun-ubun yang terbentur aspal. Kaki dan tangannya jelas sakali ada yang patah. Dari mulutnya yang ternyata masih tersenyum dihiasi sedikit muntahan darah ia berbisik
“Ternyata, Allah memang memberiku yang terbaik. Saudariku. Berjuanglah. Perjuangkan hargadiri dan imanmu…..la Ilaha illAllah.”
Aku sangat tidak percaya dengan peristiwa ini. Kugoncang  tubuh mawar yang telah membisu. Matanya seakan bernyawa menatap keatas menuju langit hitam tanpa bintang. Kugoncang dan masih kugoncang, ku pastikan masih ada sisa-sisa ruh yang bersemayam.nsmun benar-benar percuma. Dan aku terus meronta karena tak mau menerima kenyataan. Orang-orang mulai berdatangan. Sebagian orang memisahkan aku dan mawar yang telah tiada. Hendak ku gapai mawar tapi orang-orang disini lebih memilih memisahkan kami dan menenangkanku. Tak sadar tubuh ini melemah dan pusing bukan main. Sepertinya aku akan pingsan beberapa detik lagi

mawar gugur malam itu. Gugur. Namun berhasil menyelamatkan imannya. Dan harumnya tak kalah oleh busuknya hidup. Aku terbaring cukup lama. Aku pingsan seharian. Bahkan tak sempat ke pemakamannya. hari ketiga setelah kepergian gadis ayu itu. Uda masih memberiku kesempatan libur. Ia tahu betapa terpukulnya aku. hari ini aku bermaksud ke rumah mawar. Ayahnya tertangkap polisi kemarin. Sebelum hendak menjual mawar. Orang tua itu telah menjual lebih dari 20 orang gadis ke singapura. Rumah kosong itu dititipkan pada tetangga. Sesuai amanah mawar sebelum kepergiannya. Ia hendak memberikan seluruh yang ia miliki kepada ku. Tapi tak akan ku ambil. Aku berniat untuk menjaga kamar mawar, membersihkan , merapihkan. Karena bagiku ketegaran gadis itu masih disini. Masih mendiami celah-celah sempit yang dilintasi oleh harapan. Semangat yang terus dibingkai iman sampai ajal menjemput.
Saat kamar itu ku buka. Kurasakan mawar disana. Harumnya dan  hembusan nafasnya. Gadis yang tak henti ku kagumi. Kurasa masih duduk didepan meja rias. Memakai jilbab dan bedak. Tak kusangka auratnya terjaga hingga akhir hayat walau hampir saja terjual murah. Meja rias yang akan lama kesepian. Kehilangan bidadari yang senantiasa menjaga dirinya dihadapan cermin ini.
Ada selembar kertas diatas meja rias, seperti kertas binder. Penasaran tak membiarkanku tak membaca lembaran itu. Ternyata ini curahan isi hati mawar yang ia khusus kan padaNya. Begitu tulus ia tuliskan. Sanggup aku rasakan betapa berharapnya ia pada yang maha esa.
Allah
Aku seorang wanita
Kenapa harus menjadi wanita?
Benarkah aku makhluk lemah?
Aku merasa menjadi umpan buaya diatas sebuah papan rapuh
Akan kah ku terjaga oleh kasihmu.
Yakinkan aku
Agar hijab senantiasa melindungi dari fitnah dan durjna
Aku takut menjadi lemah. Lindungi aku dengan ketebalan iman yang kau beri ya Azis.
Hanya Kau yang bisa. Menjaga hati ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar