Allah, kumohon
lindungi anakku.
Empat hari telah
berlalu. Putri kecilku tak sadarkan diri. Sikecil mungil itu harus menderita,
derita itu ia tanggung dengan tubuhnya yang lemah. Cemas, demikian pula suamiku.
Walau ia menyembunyikannya selalu. Aku bisa merasakan batinnya yang gelisah
minta ampun. Setiap ku lihat wajahnya,
datar namun beberapa kali ia berdusta dengan senantiasa melempar senyum dan
menenangkanku yang kalut. Akupun berusaha
sepertinya, mencoba menenangkannya walau jujur aku sangat ketakutan saat
ini.
Dihadapanku,
sepasang suami istri sedang berduka. Putra pertama mereka meninggal tepat pukul
19.00 malam. Luar biasa kesedihan yang terjadi di kamar ini. Tentu kesedihan
itu tak hanya dirasakan oleh mereka berdua. Kami semua yang ada di ruangan ini
turut dirundung pilu yang mendalam sekaligus kekhawatiran yang dahsyat. empat
hari berlalu dan telah empat orang bayi pergi dari dunia ini satu persatu. Anak mereka
adalah korban ke empat yang bernasip malang. Di ruangan ini khusus menangani
bayi-bayi penderita diare akut. Dan putri kecilku salah satu diantaranya.
Tak ada yang
sanggup ku lakukan kecuali turut bersedih dan memberikan pelukanku pada wanita
yang sedang dirundung pilu itu. Aku belum pernah merasakan kehilangan anak
tercinta tapi aku tahu bagaimana takutnya kehilangan anak. ” Ya Allah memang
semua yang terjadi adalah yang terbaik, namun jika kehilangan putriku adalah
sesuatu yang Engkau rencanakan, apakah aku sanggup memikul beban kesedihan itu
nanti?. Kami akan lakukan segara cara yang Engkau ridhoi, asalkan anak kami
bisa selamat. Kami mohon wahai sang penawar segala sakit”. Dalam pelukku untuk
wanita itu ku membatin. Namun belum saatnya pasrah bagi kami. Allah pasti akan
menyembuh kan anak kami. Dan kami percaya, seperti suami ku yang sejak kemarin
berupaya apapun agar anaknya sembuh. Bagaimana ia tidak sedikitpun putus asa
oleh penolakan pihak klinik bayi yang menolak merawat anaknya, menurut pihak
klinik itu, anak kami sudah dalam keadaan kritis dan mereka tidak sanggup
menanganinya, suamiku pun segera mambawa anak kami ke rumah sakit Karyadi Semarang
dengan mobil yang ia pinjam dari tetangga. Dalam kalut dan repot yang
sedemikian, ia tak henti hentinya menenangkan ibu nya yang tak hentinya
menangis. Suami ku tentu lebih merasakan kepedihan namun justru dialah yang
menjadi penenang disini. Saat itulah aku harus bertindak sebagai istri yang
baik. Ku sembunyikan air mata kepedihanku di dalam batin. Sesak sekali rasanya
saat air mata itu mengalir di dalam dada. Karena aku tidak boleh sampai
menangis. Suami ku pasti akan kerepotan menenangkan satu orang lagi setelah ibunya.
Tujuh hari setelah
kelahiran nya, kami melakukan aqikah pada putri kecil kami. Tak lazim memang.
Bahkan beberapa orang sempat berkata ”kok di aqikah pas tujuh harinya, kayak
doa arwah saja”. Ya Allah, jangan sampai perkataan itu mengganggu dan semakin
membuat ku cemas, anak kami pasti akan baik baik saja. Dan musibah itu terjadi
di hari ke empat puluh setelah ia lahir. Ia masih sangat kecil, lemah dan belum
bisa apa-apa. Ia hanya diam tak mengeluarkan tangis sedikit pun. Kami
merindukan celotehan rewelnya, wahai putri kecilku, ku mohon menangislah, beri
tahu ibu kalau kamu kehausan.
Di hari kelima.
Kalut kami belum usai. Belum ada tanda-tanda kalau anak kami membaik, selang
infus terus berganti botol demi botol, satu persatu habis di lahap anak kami yang
belum sadarkan diri. Perawat datang setiap dua jam sekali untuk memeriksa
kondisinya. Tak tentu waktu, dokterpun datang terus-menerus memeriksa keadaan anak-anak
yang ada disini. anak-anak ini memang menjadi perhatian bahkan di rumah sakit
ini. Sudah 4 anak yang meninggal dalam 4 hari. Hal ini membuat cemas semua
orang, tinggal tersisa tiga anak termasuk anak kami.
Maghrib menjelang,
langit perlahan gelap. Suami ku pulang sebentar ke rumah untuk mengambil segala
kebutuhan kami selama di rumah sakit. Sudah lima hari aku tidak pulang. Keadaan
anak kami yang membuatku khawatir luar biasa ini membuatku tak ingin sedikit pun
jauh darinya. Dalam do’a ku yang hanya berisi pengharapan untuk kesembuhan
anakku. air mataku teteskan dengan begitu tulus semata-mata memohon ampun jika
ada salah dan memohon agar anak kami sembuh. Isak tangis ku berbisik dan
mengusik, tak sanggup ku bendung kepedihan lagi. Tangis ku berurai di atas
sajadahku,
“Sudah lah,
berdoa saja, Allah pasti memberi yang terbaik”. Kupalingkan wajahku menatap
asal nasehat itu. Dan ternyata berasal dari wanita paruh baya yang tak asing
lagi wajahnya. Dia adalah ibu dari salah satu anak yang dirawat bersama anak
kami. Anak kami dan seorang lagi anak kecil yang tersisa di kamar itu.”sudah
jangan menangis. Kita berdoa saja, ya”.
“kenapa. mbak kok
kayak nya tenang? apa mbak gak sedih?”
“tentu sedih,
tapi semua kehendak Allah, kita Cuma bisa meminta yang terbaik buat anak kita”.
wanita itu mencoba menasehatiku. Tentu sama apa yang kami rasakan berhari hari
dikuasai was was dan cemas. Di belakang kami aku mendengar beberapa orang ibu-ibu
yang baru masuk musholah berbicara “mbak, tau gak dikamar sakura, barusan ada
anak lagi yang meninggal, beberapa menit lalu, kasihan ya, itu anak ke lima
yang meninggal”. sontak desas-desus itu membuat kami kaget, kamar sakura, kamar
dimana anak kami dirawat. Dan satu lagi anak meninggal. “Kumohon ya Allah,
jangan katakan kalau itu anakku.” ucapku mambatin Aku dan wanita itu segera
meninggalkan musholah, berlari menuju lantai dua rumah sakit tempat anak kami
di rawat. Di depan pintu kamar, suami ku berdiri menatapku tanpa ekspresi. Aku
dan wanita itu mendekati pintu dengan berjalan perlahan. Entah anak siapa yang
menjadi korban kali ini, yang jelas salah satu dari anak kami. Saat sudah di depan
suami ku, ku tatap ia dalam-dalam dengan mataku yang sejak tadi sembab oleh
tangis. dalam jarak yang dekat itu, suamiku meraih tubuhku dan memeluk dengan erat. “Demi Mu ya Allah, jangan ada
kabar buruk dulu, aku tidak akan kuat”.
“Anak kita baik-baik
saja kok bu. Bukan dia”. kata suami ku sambil memelukku dengan erat, ternyata
yang meninggal adalah anak dari wanita tadi. Sekarang wanita sedang menatap
wajah anaknya yang telah pergi. Ku lepaskan pelukan suami ku, beralih kearah
wanita tadi dan memeluk wanita itu dari belakang. Justru aku yang histeris, Menangis
sekeras kerasnya di punggung wanita itu. tapi wanita itu hanya tersenyum. ia
benar benar membuktikan kata katanya bahwa ia percaya yang terjadi adalah yang
terbaik. ”sudah lah, jangan sedih” justru ia yang menasehatiku.
Diare sudah
menjadi kejadian luar bisa dirumah sakit ini, tersisa 2 anak lagi, namun ada
kabar gembira, salah satu dari anak yang tersisa sudah melewati masa kritis.
Namun sayangnya itu bukan anak kami. Anak kami masih belum sadarkan diri. Suami
ku baru saja dipanggil dokter. mereka akan membicarakan kelanjutan dari
penangan anak kami.
“Petang ini anak
bapak dan ibu akan dioperasi. percayakan pada kami.” kata seorang dokter,
apapun itu asalkan anakku bisa sembuh. Sore itu juga semua keluargaku
berkumpul, juga keluarga suami ku. Seperti biasa ibudari suamiku tak henti
hentinya menangis. suasana duka, was was dan cemas. Kata dokter, mereka akan melakukan
operasi sepanjang malam. Jika sampai subuh anak kami bisa menangis, berarti dia
kemungkinan akan selamat.
“muhasabah lah,
hanya Allah yang bisa menyelamatkan anak kalian” kata gufron”undang anak yatim
minta doa mereka. Sedekahkan harta yang kalian punya sebagai ikhtiar kesembuhan
anak kalian”. Gufron memang ilmu agamanya lebih baik dari kami, nasehatnya
selalu kami dengar, petuahnya selalu berlandaskan agama. Malam itu juga, suami
ku ke mencari panti asuhan dan menjemput anak-anak panti asuhan utnuk meminta
doanya. Kami juga bersedekah untuk keselamatan anak kami. Tidak ada penjelasan
secara ilmu duniawi yang mampu menjelaskan keterkaitan apa antara doa anak-anak
yatim dan kesembuhan anak kami. Tapi saat ini dan kapanpun serta apapun
urusannya, campur tangan Allah adalah sesuatu yang tak bisa dilupakan, termasuk
dalam kesembuhan anak kami. Kutatap wajah anak anak yatim-piatu itu. Ceria. Mereka
berjalan dan berlari, akan kah anakku suatu saat berlari, dan ceria seperti
anak anak itu.
Pukul 19.00. Anak
kami dijemput untuk di bawa keruang operasi oleh 3 orang perawat. Sepanjang
perjalanan menuju ruang operasi aku dan suamiku turut mengantar. Mataku tak
lepas memandangnya. Ia tertidur, lelap dan tak menyadari kalau sebentar lagi
entah apa yang akan dokter dokter itu lakukan padanya. “sebaiknya bapak dan ibu
tidak usah ikut kedalam kalau tidak tega”. Kejam sekali, tapi itu yang di
ucapkan dokter. Entah prosesi se-ngeri
apa yang akan di lakukan pada anak kami. Kupastikan aku tak akan mampu
malihatnya, demikian pula dengan suamiku,
“kami percaya
sama pak dokter. Tolong selamatkan anak kami.” pasrah ucapan suamiku. Anak kamipun
masuk kedalam ruangan operasi. pintu itu tertutup dan kami tak melihat lagi
anak kami yang mungil itu. sekaranglah saatnya kami berpasrah. Di depan ruangan
operasi kami semua menanti, terjaga dengan cemas. Tak ada yang tertidur.
“Muhasabah lah,
semua ujian dan musibah adalah peringatan dari Allah. Ingat kesalahan kesalahan
kita dan minta ampunlah, mungkin ada sebagian dari harta kita yang tidak halal
telah masuk ketubuh anak kita yang sedang sakit itu”. Kami tertunduk dengan
ucapan ghufron. Memang sepantasnya kami muhasabah, mengingat akan dosa yang kami
lakukan. Selayaknya kami menganggap kejadian ini adalah teguran dariNya atas
kesalahan kami. Memang sebelum ini kami menyewakan mobil kami untuk usaha antar
jemput gas elpiji. Di luar dugaan kami, penyewa mobil kami kerap mengambil
keuntungan tidak halal, dan ia gunakan untuk bayar sewa mobil itu. Sungguh itu
di luar pengetauan kami, jika memang itu asal masalahnya, maka kami memang
harus bertaubat dan memohon ampun pada Allah.
Menjelang subuh,
akhirnya kedua dokter yang melakukan operasi pada anak kami keluar ruangan.
“Alhamdulillah anak bapak dan ibu telah melewati masa kritis”. Tak terbayang
syukur kami saat itu, “tapi ada yang perlu bapak dan ibu ketahui, sebaiknya
kita bicara didalam” lanjut dokter itu, kami berdua di ajak kedalam ruangan
operasi, kebetulan aku tak sabar melihat anakku. Namun betapa terkejutnya saat aku melihat keadaan
anakku.
“Kenapa anak
kami dokter?” tanyaku dengan tangis karena tak kuat melihat keadaannya.
“Kami berupaya
sangat keras, tranfusi kami lakukan habis-habisan dan hanya bisa lewat kaki
anak ibu” demikian sang dokter menjelaskan. Keadaan anak kami sangat menyedih
kan entah bagai mana aku harus menggambarkan. Kaki kirinya nyaris putus. Jika
itu terjadi dikarenakan jarum infus, maka entah berapa ratus kali jarum infus
di suntukkan ke kaki nya, kami tak bisa menyalah kan para dokter ini. kami
percaya meeka melakukan yang terbaik. “maksud kami, adalah ingin menanyakan
kepada bapak dan ibu, kami mungkin akan mengamputasi kaki anak ini”. Serasa
dihujam sengatan lebah, tak terima dan tak percaya, kenapa harus amputasi .
“Tidak bisa dokter,
sebaiknya kita cari cara lain” kali ini suami ku membantah, ia tentu tidak akan
terima jika ini yang harus dilakukan pada anak kami.
“mungkin ada
cara, kami akan coba hubugi rekan dokter yang kemungkinan bisa menangani ini,
semoga ada jalan terbaik untuk anak bapak” tak heran jika kedua orang dokter
itu berkeputusan untuk mengamputasi kaki anak kami. Mereka khawatir kaki anak
kami justru akan terkena infeksi, luka yang disebabkan operasi mambuat kaki nya
hancur dan nyaris putus. Jika orang awam seperti kami dihadapkan pada masalah
itu entah apa yang kami lakukan,beruntung pada pukul 8 pagi, kami mendapat kabar
bahwa seorang dokter wanita punya jalan keluarnya. Dia bersedia menangani kaki
anak kami sehingga tak perlu di amputasi. Tapi perawatan yang akan di lakukan
ada anak kami tak se-gampang yang difikirkan. Berbulan-bulan ia dalam pengawasan
rutin kami agar kakinya bisa sembuh. apapun itu kami bersyur karena Allah masih
memberi kesempatan padanya.
Ya Allah,
panjang sekali penderitaan anak kami. Sekarang ia sudah tumbuh besar. Anak yang
kami beri nama Maya qorri aina, sekarang sudah tumbuh menjadi seorang gadis,
sekolah di madrasah aliyah, tinggalnya pun jauh dari kami, tak terfikir dulu
bagai mana nasibnya kelak, Tapi kini ia baik-baik saja, Allah selalu
menlindunginya dimanapun ia, sebuah pelajaran berharga dari Mu ya Allah. Dengan
kehendakMu anakku sembuh.. melalui perantara sedekah dan doa anak yatim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar