teman ipul

Minggu, 09 Desember 2012

Do'a untuk anakku



Allah, kumohon lindungi anakku.
Empat hari telah berlalu. Putri kecilku tak sadarkan diri. Sikecil mungil itu harus menderita, derita itu ia tanggung dengan tubuhnya yang lemah. Cemas, demikian pula suamiku. Walau ia menyembunyikannya selalu. Aku bisa merasakan batinnya yang gelisah minta ampun.  Setiap ku lihat wajahnya, datar namun beberapa kali ia berdusta dengan senantiasa melempar senyum dan menenangkanku yang kalut. Akupun berusaha  sepertinya, mencoba menenangkannya walau jujur aku sangat ketakutan saat ini.                                                                                                      
Dihadapanku, sepasang suami istri sedang berduka. Putra pertama mereka meninggal tepat pukul 19.00 malam. Luar biasa kesedihan yang terjadi di kamar ini. Tentu kesedihan itu tak hanya dirasakan oleh mereka berdua. Kami semua yang ada di ruangan ini turut dirundung pilu yang mendalam sekaligus kekhawatiran yang dahsyat. empat hari berlalu dan telah empat orang bayi   pergi dari dunia ini satu persatu. Anak mereka adalah korban ke empat yang bernasip malang. Di ruangan ini khusus menangani bayi-bayi penderita diare akut. Dan putri kecilku salah satu diantaranya.  
Tak ada yang sanggup ku lakukan kecuali turut bersedih dan memberikan pelukanku pada wanita yang sedang dirundung pilu itu. Aku belum pernah merasakan kehilangan anak tercinta tapi aku tahu bagaimana takutnya kehilangan anak. ” Ya Allah memang semua yang terjadi adalah yang terbaik, namun jika kehilangan putriku adalah sesuatu yang Engkau rencanakan, apakah aku sanggup memikul beban kesedihan itu nanti?. Kami akan lakukan segara cara yang Engkau ridhoi, asalkan anak kami bisa selamat. Kami mohon wahai sang penawar segala sakit”. Dalam pelukku untuk wanita itu ku membatin. Namun belum saatnya pasrah bagi kami. Allah pasti akan menyembuh kan anak kami. Dan kami percaya, seperti suami ku yang sejak kemarin berupaya apapun agar anaknya sembuh. Bagaimana ia tidak sedikitpun putus asa oleh penolakan pihak klinik bayi yang menolak merawat anaknya, menurut pihak klinik itu, anak kami sudah dalam keadaan kritis dan mereka tidak sanggup menanganinya, suamiku pun segera mambawa anak kami ke rumah sakit Karyadi Semarang dengan mobil yang ia pinjam dari tetangga. Dalam kalut dan repot yang sedemikian, ia tak henti hentinya menenangkan ibu nya yang tak hentinya menangis. Suami ku tentu lebih merasakan kepedihan namun justru dialah yang menjadi penenang disini. Saat itulah aku harus bertindak sebagai istri yang baik. Ku sembunyikan air mata kepedihanku di dalam batin. Sesak sekali rasanya saat air mata itu mengalir di dalam dada. Karena aku tidak boleh sampai menangis. Suami ku pasti akan kerepotan menenangkan satu orang lagi setelah ibunya.
Tujuh hari setelah kelahiran nya, kami melakukan aqikah pada putri kecil kami. Tak lazim memang. Bahkan beberapa orang sempat berkata ”kok di aqikah pas tujuh harinya, kayak doa arwah saja”. Ya Allah, jangan sampai perkataan itu mengganggu dan semakin membuat ku cemas, anak kami pasti akan baik baik saja. Dan musibah itu terjadi di hari ke empat puluh setelah ia lahir. Ia masih sangat kecil, lemah dan belum bisa apa-apa. Ia hanya diam tak mengeluarkan tangis sedikit pun. Kami merindukan celotehan rewelnya, wahai putri kecilku, ku mohon menangislah, beri tahu ibu kalau kamu kehausan.
Di hari kelima. Kalut kami belum usai. Belum ada tanda-tanda kalau anak kami membaik, selang infus terus berganti botol demi botol, satu persatu habis di lahap anak kami yang belum sadarkan diri. Perawat datang setiap dua jam sekali untuk memeriksa kondisinya. Tak tentu waktu, dokterpun datang terus-menerus memeriksa keadaan anak-anak yang ada disini. anak-anak ini memang menjadi perhatian bahkan di rumah sakit ini. Sudah 4 anak yang meninggal dalam 4 hari. Hal ini membuat cemas semua orang, tinggal tersisa tiga anak termasuk anak kami.
Maghrib menjelang, langit perlahan gelap. Suami ku pulang sebentar ke rumah untuk mengambil segala kebutuhan kami selama di rumah sakit. Sudah lima hari aku tidak pulang. Keadaan anak kami yang membuatku khawatir luar biasa ini membuatku tak ingin sedikit pun jauh darinya. Dalam do’a ku yang hanya berisi pengharapan untuk kesembuhan anakku. air mataku teteskan dengan begitu tulus semata-mata memohon ampun jika ada salah dan memohon agar anak kami sembuh. Isak tangis ku berbisik dan mengusik, tak sanggup ku bendung kepedihan lagi. Tangis ku berurai di atas sajadahku,
“Sudah lah, berdoa saja, Allah pasti memberi yang terbaik”. Kupalingkan wajahku menatap asal nasehat itu. Dan ternyata berasal dari wanita paruh baya yang tak asing lagi wajahnya. Dia adalah ibu dari salah satu anak yang dirawat bersama anak kami. Anak kami dan seorang lagi anak kecil yang tersisa di kamar itu.”sudah jangan menangis. Kita berdoa saja, ya”.
“kenapa. mbak kok kayak nya tenang? apa mbak gak sedih?”
“tentu sedih, tapi semua kehendak Allah, kita Cuma bisa meminta yang terbaik buat anak kita”. wanita itu mencoba menasehatiku. Tentu sama apa yang kami rasakan berhari hari dikuasai was was dan cemas. Di belakang kami aku mendengar beberapa orang ibu-ibu yang baru masuk musholah berbicara “mbak, tau gak dikamar sakura, barusan ada anak lagi yang meninggal, beberapa menit lalu, kasihan ya, itu anak ke lima yang meninggal”. sontak desas-desus itu membuat kami kaget, kamar sakura, kamar dimana anak kami dirawat. Dan satu lagi anak meninggal. “Kumohon ya Allah, jangan katakan kalau itu anakku.” ucapku mambatin Aku dan wanita itu segera meninggalkan musholah, berlari menuju lantai dua rumah sakit tempat anak kami di rawat. Di depan pintu kamar, suami ku berdiri menatapku tanpa ekspresi. Aku dan wanita itu mendekati pintu dengan berjalan perlahan. Entah anak siapa yang menjadi korban kali ini, yang jelas salah satu dari anak kami. Saat sudah di depan suami ku, ku tatap ia dalam-dalam dengan mataku yang sejak tadi sembab oleh tangis. dalam jarak yang dekat itu, suamiku meraih tubuhku dan memeluk  dengan erat. “Demi Mu ya Allah, jangan ada kabar buruk dulu, aku tidak akan kuat”.
“Anak kita baik-baik saja kok bu. Bukan dia”. kata suami ku sambil memelukku dengan erat, ternyata yang meninggal adalah anak dari wanita tadi. Sekarang wanita sedang menatap wajah anaknya yang telah pergi. Ku lepaskan pelukan suami ku, beralih kearah wanita tadi dan memeluk wanita itu dari belakang. Justru aku yang histeris, Menangis sekeras kerasnya di punggung wanita itu. tapi wanita itu hanya tersenyum. ia benar benar membuktikan kata katanya bahwa ia percaya yang terjadi adalah yang terbaik. ”sudah lah, jangan sedih” justru ia yang menasehatiku.
Diare sudah menjadi kejadian luar bisa dirumah sakit ini, tersisa 2 anak lagi, namun ada kabar gembira, salah satu dari anak yang tersisa sudah melewati masa kritis. Namun sayangnya itu bukan anak kami. Anak kami masih belum sadarkan diri. Suami ku baru saja dipanggil dokter. mereka akan membicarakan kelanjutan dari penangan anak kami.
“Petang ini anak bapak dan ibu akan dioperasi. percayakan pada kami.” kata seorang dokter, apapun itu asalkan anakku bisa sembuh. Sore itu juga semua keluargaku berkumpul, juga keluarga suami ku. Seperti biasa ibudari suamiku tak henti hentinya menangis. suasana duka, was was dan cemas. Kata dokter, mereka akan melakukan operasi sepanjang malam. Jika sampai subuh anak kami bisa menangis, berarti dia kemungkinan akan selamat.
“muhasabah lah, hanya Allah yang bisa menyelamatkan anak kalian” kata gufron”undang anak yatim minta doa mereka. Sedekahkan harta yang kalian punya sebagai ikhtiar kesembuhan anak kalian”. Gufron memang ilmu agamanya lebih baik dari kami, nasehatnya selalu kami dengar, petuahnya selalu berlandaskan agama. Malam itu juga, suami ku ke mencari panti asuhan dan menjemput anak-anak panti asuhan utnuk meminta doanya. Kami juga bersedekah untuk keselamatan anak kami. Tidak ada penjelasan secara ilmu duniawi yang mampu menjelaskan keterkaitan apa antara doa anak-anak yatim dan kesembuhan anak kami. Tapi saat ini dan kapanpun serta apapun urusannya, campur tangan Allah adalah sesuatu yang tak bisa dilupakan, termasuk dalam kesembuhan anak kami. Kutatap wajah anak anak yatim-piatu itu. Ceria. Mereka berjalan dan berlari, akan kah anakku suatu saat berlari, dan ceria seperti anak anak itu.
Pukul 19.00. Anak kami dijemput untuk di bawa keruang operasi oleh 3 orang perawat. Sepanjang perjalanan menuju ruang operasi aku dan suamiku turut mengantar. Mataku tak lepas memandangnya. Ia tertidur, lelap dan tak menyadari kalau sebentar lagi entah apa yang akan dokter dokter itu lakukan padanya. “sebaiknya bapak dan ibu tidak usah ikut kedalam kalau tidak tega”. Kejam sekali, tapi itu yang di ucapkan dokter.  Entah prosesi se-ngeri apa yang akan di lakukan pada anak kami. Kupastikan aku tak akan mampu malihatnya, demikian pula dengan suamiku,
“kami percaya sama pak dokter. Tolong selamatkan anak kami.” pasrah ucapan suamiku. Anak kamipun masuk kedalam ruangan operasi. pintu itu tertutup dan kami tak melihat lagi anak kami yang mungil itu. sekaranglah saatnya kami berpasrah. Di depan ruangan operasi kami semua menanti, terjaga dengan cemas. Tak ada yang tertidur.
“Muhasabah lah, semua ujian dan musibah adalah peringatan dari Allah. Ingat kesalahan kesalahan kita dan minta ampunlah, mungkin ada sebagian dari harta kita yang tidak halal telah masuk ketubuh anak kita yang sedang sakit itu”. Kami tertunduk dengan ucapan ghufron. Memang sepantasnya kami muhasabah, mengingat akan dosa yang kami lakukan. Selayaknya kami menganggap kejadian ini adalah teguran dariNya atas kesalahan kami. Memang sebelum ini kami menyewakan mobil kami untuk usaha antar jemput gas elpiji. Di luar dugaan kami, penyewa mobil kami kerap mengambil keuntungan tidak halal, dan ia gunakan untuk bayar sewa mobil itu. Sungguh itu di luar pengetauan kami, jika memang itu asal masalahnya, maka kami memang harus bertaubat dan memohon ampun pada Allah.
Menjelang subuh, akhirnya kedua dokter yang melakukan operasi pada anak kami keluar ruangan. “Alhamdulillah anak bapak dan ibu telah melewati masa kritis”. Tak terbayang syukur kami saat itu, “tapi ada yang perlu bapak dan ibu ketahui, sebaiknya kita bicara didalam” lanjut dokter itu, kami berdua di ajak kedalam ruangan operasi, kebetulan aku tak sabar melihat anakku. Namun  betapa terkejutnya saat aku melihat keadaan anakku.
“Kenapa anak kami dokter?” tanyaku dengan tangis karena tak kuat melihat keadaannya.
“Kami berupaya sangat keras, tranfusi kami lakukan habis-habisan dan hanya bisa lewat kaki anak ibu” demikian sang dokter menjelaskan. Keadaan anak kami sangat menyedih kan entah bagai mana aku harus menggambarkan. Kaki kirinya nyaris putus. Jika itu terjadi dikarenakan jarum infus, maka entah berapa ratus kali jarum infus di suntukkan ke kaki nya, kami tak bisa menyalah kan para dokter ini. kami percaya meeka melakukan yang terbaik. “maksud kami, adalah ingin menanyakan kepada bapak dan ibu, kami mungkin akan mengamputasi kaki anak ini”. Serasa dihujam sengatan lebah, tak terima dan tak percaya, kenapa harus amputasi .
“Tidak bisa dokter, sebaiknya kita cari cara lain” kali ini suami ku membantah, ia tentu tidak akan terima jika ini yang harus dilakukan pada anak kami.
“mungkin ada cara, kami akan coba hubugi rekan dokter yang kemungkinan bisa menangani ini, semoga ada jalan terbaik untuk anak bapak” tak heran jika kedua orang dokter itu berkeputusan untuk mengamputasi kaki anak kami. Mereka khawatir kaki anak kami justru akan terkena infeksi, luka yang disebabkan operasi mambuat kaki nya hancur dan nyaris putus. Jika orang awam seperti kami dihadapkan pada masalah itu entah apa yang kami lakukan,beruntung pada pukul 8 pagi, kami mendapat kabar bahwa seorang dokter wanita punya jalan keluarnya. Dia bersedia menangani kaki anak kami sehingga tak perlu di amputasi. Tapi perawatan yang akan di lakukan ada anak kami tak se-gampang yang difikirkan. Berbulan-bulan ia dalam pengawasan rutin kami agar kakinya bisa sembuh. apapun itu kami bersyur karena Allah masih memberi kesempatan padanya.
Ya Allah, panjang sekali penderitaan anak kami. Sekarang ia sudah tumbuh besar. Anak yang kami beri nama Maya qorri aina, sekarang sudah tumbuh menjadi seorang gadis, sekolah di madrasah aliyah, tinggalnya pun jauh dari kami, tak terfikir dulu bagai mana nasibnya kelak, Tapi kini ia baik-baik saja, Allah selalu menlindunginya dimanapun ia, sebuah pelajaran berharga dari Mu ya Allah. Dengan kehendakMu anakku sembuh.. melalui perantara sedekah dan doa anak yatim.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar